Sentimen
Memperdebatkan Debat Pilkada pada Masa Tenang
Espos.id Jenis Media: Kolom
Pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak 2024 cukup mencuri perhatian publik dan akan digelar secara serentak pada 27 November 2024.
Kota Solo dan kabupaten di sekitarnya juga menghadapi pilkada serentak 2024. Masyarakat di Jawa Tengah juga menyambut pemilihan gubernur Jawa Tengah pada tanggal tersebut.
Kini masyarakat bisa dengan mudah mencari tahu seberapa besar minat orang menyaksikan para pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah menyampaikan visi dan misi.
Acara debat pemilihan gubernur Jawa Tengah disiarkan secara daring dan masih bisa diputar walau pada masa tenang. Begitu pula debat calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah Kota Solo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sragen.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka saluran, seperti Youtube, untuk menyiarkan debat para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Debat ketiga calon gubernur-calon wakil gubernur Jawa Tengah yang disiarkan di saluran Youtube KPU Jawa Tengah ditonton 283.00 kali. Debat pertama dan kedua di saluran itu juga cukup diminati, masing-masing diputar sebanyak 316.000 kali dan 192.000 kali.
Belum lagi saluran Youtube serta saluran reguler stasiun televisi nasional dan lokal yang menyiarkan konten sama sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh KPU Jawa Tengah.
Pemilihan kepala daerah Provinsi Jawa Tengah juga tak kehilangan magnet. Rumus konstelasi politik nasional belum meninggalkan Jawa Tengah sebagai salah satu episentrum politik nasional.
Jawa Tengah adalah koentji, kata orang-orang. Disrupsi informasi juga memberikan warna. Platform Tiktok, Facebook, Instagram, dan X juga digunakan untuk memperbincangkan konten-konten kampanye para pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur, termasuk potongan-potongan video debat.
Kolom komentar jamak menjadi arena untuk saling dukung, saling serang, saling bela. Yang membikin miris adalah potongan-potongan video itu memiliki risiko tinggi menyebabkan misinformasi dan disinformasi, bahkan menjadi hoaks. Ini yang perlu diperhatikan.
Konten-konten potongan video tersebut berpotensi memecah belah masyarakat. Para pendukung bisa saling membenci satu sama lain. Sikap antipati sering muncul akibat aktivitas perdebatan warganet.
Peraturan KPU sebenarnya sudah terang mengatur itu semua, namun dalam pelaksanaannya, pengawasan terhadap pelanggaran aturan bermedia sosial saat kampanye, ketentuan tentang etika bermedia sosial, boleh dikatakan masih jauh dari standar adab yang ideal dengan budaya Timur.
Semua itu tampak semakin dianggap wajar sebab dalam kontestasi pemilihan kepala daerah semua peserta menghendaki kemenangan, apalagi bagi para pendukung yang militan dan irasional.
Pendidikan Politik
Aktivitas itu sederhananya bisa dilihat dari perilaku warganet dalam menggunakan tanda pagar atau tagar. Di Tiktok, tagar Andika Perkasa, calon gubernur Jawa Tengah nomor urut 1, berjumlah 42.900.
Tagar calon gubernur Jawa Tengah nomor urut 2, Ahmad Luthfi, sebanyak 32.100 yang digunakan. Itu belum nama calon wakil gubernur dan tagar kata kunci lain berikut tagline yang digunakan masing-masing pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur.
Tagar bisa mempersatukan pendukung, namun tagar juga menjadi sasaran kompetitor dalam menanamkan kritik dan bahkan ujaran negatif yang bernada menjatuhkan. Pembicaraan warganet di ruang-ruang itu bisa dikatakan masih jauh dari konteks pendidikan politik.
Mereka asyik mengomentari tingkah laku pasangan calon gubenur-calon wakil gubernur saat debat, kata-kata pasangan calon yang kurang akurat, dan gestur pasangan calon juga ramai dibicarakan di sana.
Meski demikian, ada juga yang memberikan apresiasi kepada pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur Jawa Tengah dengan konteks respons terhadap visi dan misi serta pandangan-pandangan yang terlontar untuk menanggapi sejumlah pertanyaan di panggung debat.
Kondisi itu tak jauh berbeda dengan perilaku warganet yang meramaikan pembicaraan tentang debat calon wali kota-calon wakil wali kota di Kota Solo dan calon bupati-calon wakil bupati di sekitarnya.
Sebenarnya tayangan debat dan kampanye para kontestan pilkada sangat mudah ditemui. Konten yang sepotong-sepotong bisa membuat para pemilih tak menerima informasi secara utuh.
Kini, pemilih yang mengerti cara menelusuri rekam jejak secara benarlah yang bisa dikatakan sebagai pemilih rasional. Selebihnya, pemilih bisa dengan mudah tergiring oleh model kampanye berupa potongan-potongan video.
Ada juga yang menjadi simpati karena melihat pembawaan, penampilan, dan hal lain yang terlihat di permukaan. Tak ada salahnya memperdebatkan konten-konten debat paar calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah peserta pilkada serentak 2024.
Hal itu bisa menjadi pintu bagi pemilih untuk menggunakan akal sehat dalam berdemokrasi. Semoga pemilihan kepala daerah serentak 2024 menghasilkan kebaikan bagi masyarakat Soloraya, Jawa Tengah, dan Indonesia pada umumnya.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 November 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)
Sentimen: neutral (0%)