Sentimen
Negatif (88%)
20 Nov 2024 : 16.15
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Kasus: PHK

Tokoh Terkait

Dicecar DPR Gegara Baju Impor China Merajalela, Mendag Jawab Begini

20 Nov 2024 : 16.15 Views 17

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Dicecar DPR Gegara Baju Impor China Merajalela, Mendag Jawab Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI melontarkan kritikan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso karena masih maraknya barang impor ilegal, khususnya tekstil, ke pasar dalam negeri. Kondisi ini dinilai memperburuk situasi industri dalam negeri, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Anggota Komisi VI DPR Asep Wahyuwijaya mengungkapkan hasil temuannya di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang dipenuhi pakaian berlabel bahasa China. Temuan ini disebutnya sebagai bukti nyata masih derasnya peredaran produk tekstil ilegal di Tanah Air.

"Di ITC Kota Jakarta, ini bahkan di pasar tradisional, tag-nya China di mana-mana Pak. Jadi bayi kita bajunya bukan lagi produk Solo, China semua tag-nya. Memang boleh seperti itu?," tanya Asep kepada Mendag dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR bersama Mendag hari ini, Rabu (20/11/2024).

Kemudian, Anggota Komisi VI DPR lainnya, Darmadi Durianto mempertanyakan efektivitas kinerja Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal. Ia menyoroti keberadaan satgas yang hingga kini masih aktif, tetapi tidak mampu mencegah masuknya produk tekstil ilegal ke pasar Indonesia.

"Satgas ini berarti kan nggak efektif, Pak Menteri. Satgas belum dibubarkan kan? Artinya nggak efektif, sementara ilegal impor lain kok bisa tidak masuk. Padahal selisih harga tinggi, tekstil aja yang masuk. Apa kendala bapak dan masalahnya apa?," ucap Darmadi.

Senada dengan Asep dan Darmadi, Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H Ganinduto menyoroti dampak banjirnya impor tekstil ilegal terhadap pabrik-pabrik di daerah pemilihannya, Jawa Tengah. Katanya, banyak pabrik kecil di Dapil-nya yang mengalami penurunan penjualan akibat serbuan barang impor ilegal.

"Sementara pabrikan tekstil yang besar, mereka mengeluhkan masalah tarif masuk di negara Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang sangat tinggi. Itu salah satu yang menyebabkan mereka rugi, karena mereka nggak bisa ke China, ke India," ujarnya.

Firnando meminta pemerintah mengambil langkah nyata, termasuk memberantas impor ilegal dan memperjuangkan negosiasi tarif ekspor di pasar internasional. "Minta tolong untuk rakyat kami, dari perusahaan yang saya kenal saja, karyawannya 20.000 sampai 30.000 karyawan. Kalau bangkrut berapa ratus ribu yang di-PHK?" lanjut dia.

DPR mendesak Kemendag untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap peredaran barang impor ilegal. Langkah ini dinilai penting untuk melindungi industri tekstil dalam negeri yang tengah terpuruk.

Respons Mendag Budi

Menanggapi hal itu, Mendag Budi Santoso mengatakan, untuk melindungi tekstil dan produk tekstil dari gempuran asing, Kemendag telah melakukan perlindungan melalui trade remedies, yaitu pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi dikenakan tindakan pengamanan berupa bea masuk.

"Jadi bea masuk tambahan untuk tindakan pengamanan, termasuk juga untuk komoditas benang, tirai, kain, dan karpet," kata Budi dalam Raker.

"Ini adalah bagian dari perlindungan tekstil dan produk tekstil. Sebenarnya sosialisasi ini sedang kami lakukan juga Pak, tapi karena ekspor-impor ini kan domainnya Kemendag, jadi pasti ujungnya kita yang selalu disalahkan, artinya tumpuannya pasti ada di kita," sambungnya.

Kendati demikian, Budi menerima masukan dari para Anggota Komisi VI DPR RI. Ia mengakui saran dari Darmadi untuk melakukan review kebijakan memang perlu untuk dilakukan, namun tetap dilakukan secara hati-hati.

"Jadi harus dilakukan secara mendalam, karena ini menyangkut baik sektor hulu dan hilir, kemudian juga konsumen dan sebagainya. Jadi memang buat kami tidak mudah untuk bisa mengakomodir semua kepentingan. Kami tentu harus hati-hati, jangan sampai perubahan-perubahan berikutnya itu justru membuat hal yang mungkin isu baru yang tidak bagus buat kita semua," kata Budi.

"Tetapi kami sepakat Pak yang tadi disampaikan Prof. Darmadi. Kalau memang (kebijakan/aturan) itu sudah tidak sesuai lagi, tentu kami akan melakukan review, tetapi semua diperlakukan melalui kajian yang mendalam," pungkasnya.


(dce)

Sentimen: negatif (88.3%)