Sentimen
Negatif (100%)
15 Nov 2024 : 18.57
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

SPD Minta Formulir C Hasil Pilkada Dicetak Ulang, Ini Respons KPU

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

15 Nov 2024 : 18.57
SPD Minta Formulir C Hasil Pilkada Dicetak Ulang, Ini Respons KPU
Jakarta -

Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata menilai Formulir (Form) C1 melanggar UU 10/2016 tentang Pilkada. Menurutnya ada kesalahan cetak pada formulir hasil penghitungan suara Pilkada sehingga harus dicetak ulang.

Dia menjelaskan, berdasarkan pemantauannya di sejumlah daerah, didapati dokumen Form C1 yang telah dicetak dan diterima petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU), memuat kesalahan-kesalahan karena tidak sesuai UU Pilkada. Di antarannya terkait penggunaan terminologi pemilih dalam Form C1 tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU Pilkada.

"KPU tidak konsisten dalam menggunakan istilah DPT (daftar pemilih tetap), DPTb (daftar pemilih tambahan), DPK (daftar pemilih khusus)" ujar Dian kepada wartawan di Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2024).

-

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dian menilai istilah DPK hanya terdapat pada pemilihan umum (pemilu) yang di dalamnya melaksanakan 5 jenis pemilihan yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) serta pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Namun tidak pada Pilkada.

"Di rezim Pemilu memang ada tiga jenis klaster (pemilih yang didata KPU), yaitu pemilih DPT, DPTb, dan DPK. Sedangkan di Pilkada itu pemilih DPT, DPTb, dan (pemilih) pindahan," urainya.

Dian menyebut terminologi DPK untuk Pilkada ditemukan dalam Form C1 di Banten. Dia khawatir hal itu menjadi polemik karena memuat istilah jenis pemilih yang salah.

Dian mengatakan dalam Pilkada seharusnya menggunakan istilah daftar pemilihan pindahan (DPP) yang masuk dalam Form C1, bukan daftar pemilih khusus atau DPK. Sementara, daftar pemilih pindahan dalam Form C1 yang tercetak disingkat DPTb dan daftar pemilih tambahan disingkat DPK.

Lebih lagi, kata Dian, istilah DPK yang sudah tercetak di dalam Form C1, ikut termuat di dalam Peraturan KPU (PKPU) terkait penyusunan data pemilih dan juga penghitungan dan pemungutan suara (tungsura) termasuk rekapitulasi Pilkada 2024.

"Nah problematika yang begini kan, pemilih khusus itu ternyata dibawa, diseret di PKPU terakhir. Nah kan teman-teman tadi sudah lihat dari rangkaian PKPU DPT, logistik, tungsura, rekap, itu kan satu tarikan napas. Kalau satu salah, maka akan terganggu semua," ungkap Dian

"Artinya dari sini adalah kita melihat bahwa KPU membuat norma sendiri terhadap yang harusnya mereplikasi dari Undang-Undang Pilkada," sambungnya.

Karena itu, dia mendorong agar Form C1 yang akan digunakan di ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) dapat diperbaiki. Hal itu, kata dia, mengantisipasi terjadinya kebingungan di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dalam menghitung hasil perolehan suara paslon nantinya.

"Nah solusinya apa? Mau tidak mau, karena ada kesalahan cetak maka KPU harus bikin cetak Form C se-Indonesia. Karena dikhawatirkan tingkat pemahaman para penyelenggara pemilu di level bawah itu tidak sama," imbuh dia.

"Kan tidak boleh PKPU mengangkangi undang-undang, tidak boleh. Itu kan secara norma hukum yang kita pahami," pungkas Dian.

Terpisah, Komisioner KPU RI, Idham Kholik mengatakan form C1 sudah sesuai aturan. Menurutnya soal Form C1 untuk Pilkada termaktub dalam Undang-Undang.

"Sudah sesuai Pasal 95 UU No8Tahun2015," kata Kholik singkat.

(ond/idn)

Sentimen: negatif (100%)