Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Kebon Sirih
Tokoh Terkait
Layanan Lapor Mas Wapres Gibran, Gebrakan Baru atau Hanya Pencitraan?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta Saat Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengumumkan sebuah kebijakan baru melalui akun media sosialnya.
Adapun kebijakan yang dimaksud adalah membuka posko layanan yang diberi nama 'Lapor Mas Wapres' yang dimulai hari ini, Senin (11/11/2024) di Istana Wakil Presiden yang terletak di Jalan Kebon Sirih No.14 Jakarta Pusat. Layanan ini dibuka Senin-Jumat, jam 08.00-14.00 WIB.
Sementara bagi mereka yang tidak bisa langsung hadir ke Istana Wapres, Gibran juga membuka layanan telepon melalui nomor Whatsapp melalui 081117042207.
"Jadi ini membuat semacam kanal pengaduan masyarakat yang lebih banyak. Harapan kita, di samping kanal pengaduan yang sudah ada, dengan tambahnya kanal Lapor Mas Wapres, masyarakat akan semakin mudah menyampaikan aduannya ke pemerintah," kata Deputi Administrasi Sekretariat Wakil Presiden, Sapto Harjono di kompleks Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2024).
Menurut dia, konteks pengaduan itu masyarakat bisa melaporkan apapun. Namun, dalam prosesnya, apakah itu masuk program atau peraturan pemerintah atau tidak.
"(Laporannya) Ada dua kanal, melalui WhatsApp, website E-Lapor juga, termasuk datang langsung ke sini. Ini memungkinkan masyarakat menyampaikan aduannya," jelas Sapto.
Dia mengklaim, Gibran akan mengecek aduan dari masyarakat tersebut. Di mana ini menjadi masukan untuk membuat kebijakan.
"Infonya seperti itu (langsung dicek Gibran), sesuai arahan. Jadi memang beliau sangat memerlukan rekap laporan harian, bulanan, kita laporan. Mudah-mudahan jadi bahan beliau untuk pengambilan kebijakan," klaim Sapto.
"Beliau menginginkan respons yang secepat-cepatnya dan segera dikoordinasikan dengan instansi terkait apabila memang membutuhkan koordinasi seperti itu. Karena beliau konsern dengan aduan ini," sambungnya.
Nantinya, lanjut Sapto, masyarakat yang sudah melapor, akan mendapatkan nomor registrasi pelaporan.
"Melalui nomor tadi, mereka bisa cek sejauh mana penanganannya. Dan untuk standar pelayanan di kami, ada waktu 14 hari untuk proses analisis tadi dan nanti ditindaklanjuti ke kementerian/lembaga dan pemerintah daerah," jelas dia.
Sapto menyebut, jika aduan masyarakat akan terlebih dahulu diperiksa apakah aduan tersebut benar atau tidak.
"Tentu akan ada proses pengecekan mana-mana pengaduan dan ada syarat formil, apakah memang ini betul-betul aduan yang murni, nanti kita akan cek, tiba-tiba ini apakah sudah pernah diadukan ke instansi lain," paparnya.
"Kemudian aduan ini memang betul-betul perlu ditangani lebih lanjut, karena kan masyarakat datang dengan aduan berbagai macam, dan oh ini aduan misalnya tidak jelas, kita harus cek ke instansi terkait. Kalau memang ini harus diselesaikan ke instansi terkait ya kita akan sampaikan," imbuh Sapto.
Bukan Hal Baru dan Berpotensi Tumpang Tindih
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, ini bukan hal yang baru dan pernah dilakukan di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia mengatahuinya, karena pernah memprakasai hal tersebut dengan protes awalnya.
Agus juga melihat hal ini akan tumpang tindih dengan kementerian lainnya, apalagi bisa lebih panjang rangkaian penyelesaiannya.
"Kalau dipegang Setwapres nanti rangkaiannya panjang. Lapornya mesti ke siapa? Memangnya bisa manggil menterinya. Dulu Deputi KSP (era Jokowi) gitu juga ada, apa bedanya (dengan Lapor Mas Wapres). Terus ada enggak laporan ke publik, berapa yang masuk, berapa yang bermasalah, berapa yang selesai, kalau enggak selesai kenapa? Itu mesti dijelasin ke publik," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (11/11/2024).
"Percuma sajalah, coba kita lihat nanti. Yang di KSP saja dulu enggak jalan, karena harus dilempar ke kementerian lagi, ya kementerian saja yang bikin, wong menterinya udah banyak gitu. Kasihan Setwapresnya, emang Setwapresnya kerjanya enggak ada? Ngawur itu," sambungnya.
Agus juga melihat seharusnya ini menjadi ranah menteri atau lembaga, sehingga nanti Gibran cukup melakukan monitoring.
"Jangan dikelola sendiri, sok tahu, memangnya gampang? Susah itu karena nanti (harus) sesuai dengan peraturan undang-undang dan sebagainya (dalam menyelesaikan laporan). Enggak bisa main trabas gitu," jelas dia.
Senada, pengamat kebijakan publik dari Universitas Lampung (Unila) Dedy Hermawan sebenarnya memang tumpang tindih, apalagi jika menyangkut pemerintah daerah.
"Ini memang tumpang tindih dengan tugas tugas pemerintah daerah. Dan ini dilakukan karena buruknya kinerja pemerintah daerah, banyak keluh kesah masyarakat yang tidak di-follow up oleh para kepala daerah," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (11/11/2024).
Meski demikian, dia melihat ada sisi positifnya, di mana ini bisa jadi cerminan pemerintah pusat terhadap lambatnya institusi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten bahkan termasuk kementrian beserta unit di bawahnya, sehingga wapres mengambil langkah tersebut.
"Kanal ini juga untuk mengawal kebijakan kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres kedepannya untuk memastikan bahwa program dan kegiatan menyentuh langsung ke sasaran pembangunan," jelas Dedy.
Menurut dia, ini langkah yang menggambarkan kondisi aktual kinerja kementerian dan pemerintah daerah yang selama ini dinilai tidak memuaskan masyarakat, respon pemerintah daerah macet, sehingga presiden dan wapres sampai turun tangan.
"Masalah ini masalah klasik, yang memang hanya bisa diselesaikan dengan strong leadership dari presiden dan wapres," kata Dedy.
Sentimen: negatif (97%)