Punya 152 Alat Bukti, KPK Tegaskan Penetapan Tersangka Sahbirin
Tirto.id Jenis Media: News
tirto.id - Kuasa hukum Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, Agus Sujatmoko mengatakan penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024-2025, pada Selasa (8/10/2024) lalu, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak masuk akal.
Alasannya, kata Agus, karena penetapan Sahbirin sebagai tersangka bersamaan dengan terbitnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) atas kasus ini.
"Kalau penetapan tersangkanya ditetapkan bersamaan dengan keluarnya sprindik, berarti kan tidak ada kesempatan untuk mencari bukti permulaan diketemukan di mana. Itu kan gak mungkin, gak masuk akal," kata Agus kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2024).
Dia juga menyebut Sahbirin belum pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini dan belum terdapat dua alat bukti. Menurutnya, sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2014, penetapan tersangka harus disertai mininal dua alat bukti.
Menurutnya, KPK tidak dapat membuktikan dalam persidangan ada pemeriksaan terhadap Sahbirin.
"Dia (KPK) tidak dapat membuktikan hal ini, maka penetapan tersangkanya tidak sah," ucapnya.
Sementara itu, Tim Biro Hukum KPK, Nia Siregar, menyebut penetapan tersangka Sahbirin masih dalam serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OOT) terhadap 6 orang dalam kasus ini, pada Minggu (6/11/2024).
"Jadi terkait dengan penetapan tersangka, yang dilakukan oleh KPK itu memang serangkaian dari tangkap tangan yang dilakukan KPK. Karena pemohon ini tidak diketemukan pada waktu tangkap tangan, kemudian kami menetapkan [sebagai] tersangka," kata Nia kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2024).
Menurutnya, penetapan tersangka ini juga telah dilakukan dengan kecukupan sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagaimana pasal 44 undang-undang KPK.
"Termasuk juga di dalam putusan MK, jadi secara alat bukti, dan itu sudah kami ajukan pada persidangan pembuktian kemarin ada 152 alat bukti," tuturnya.
Selain itu, Nia juga menyebut soal hilang dan mangkirnya Sahbirin dari tugasnya sebagai gubernur. Menurutnya, hal tersebut menjadi alasan tidak bisanya Sahbirin mengajukan gugatan praperadilan atas tidak terimanya ditetapkan sebagai tersangka.
"Permohonan praperadilan tadi sudah disampaikan memang harusnya tidak bisa diajukan, karena yang bersangkutan juga tidak ada diketahui keberadaanya, sehingga berdasarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang sudah dikeluarkan oleh MA, untuk permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum harusnya tidak dapat diterima," ujarnya.
Soal hilangnya Sahbirin, KPK masih terus melakukan pencarian. Penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat yang diduga sebagai lokasi persembunyian Sahbirin.
Meski begitu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan pihaknya memang belum memasukan Sahbirin dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun saat ini, kata Tessa, penyidik masih memiliki opsi-opsi informasi lokasi persembunyian Sahbirin.
Menurut Tessa, Sahbirin akan dimasukan dalam DPO jika semua opsi pencarian telah dilakukan.
"DPO itu dikeluarkan setelah semua opsi sudah dilakukan dan sudah tidak ada lagi yang bisa, tidak ada informasi segala macam, [maka] penegak hukum menerbitkan DPO," ucapnya.
Tessa juga menanggapi soal pengacara Sahbirin yang mengatakan tidak tahu keberadaan kliennya. Tessa hanya meminta baik Sahbirin maupun kuasa hukumnya untuk kooperatif.
Untuk kemungkinan KPK menjerat pengacara Sahbirin dengan pasal 221 KUHP tentang perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice, Tessa menyebut belum ada opsi untuk penjeratan tersebut.
tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Sentimen: negatif (78%)