Jokowi Minta Harga Gas Bumi Turun, Pengamat: Tak Otomatis Turunkan Biaya Produksi
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro menyoroti rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas bumi yang dijual ke sektor industri. Dia menilai langkah itu tak serta merta menurunkan biaya produksi.
Rencana penyesuaian harga gas bumi murah ini keluar usai rapat terbatas (ratas) yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Tujuannya agar harga gas bumi bagi industri di Tanah Air bisa bersaing dengan negara lain, utamanya di Asia Tenggara.
"ReforMiner menilai, rencana perluasan kebijakan harga gas bumi murah perlu dilakukan secara hati-hati. Selain memberikan manfaat ekonomi terhadap industri pengguna gas, biaya implementasi untuk kebijakan harga gas bumi murah cukup besar," ujar Komaidi dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).
Dia menyebut, atas studi yang dilakukan, ada temuan sampai saat ini biaya untuk implementasi kebijakan harga gas bumi murah tercatat masih lebih besar dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang telah diperoleh.
"Studi ReforMiner juga menemukan bahwa kebijakan harga gas bumi murah belum tentu dapat secara otomatis menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing industri pengguna gas. Hal itu karena biaya produksi dan daya saing industri pengguna gas tidak hanya ditentukan oleh harga gas, tetapi ditentukan oleh sejumlah faktor," jelasnya.
Dia menuturkan, level harga atau tinggi-rendahnya harga gas di Indonesia akan terkait dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pengusahaan gas bumi. Semakin besar PNBP gas bumi yang diterima, maka harga gas bumi akan semakin mahal. Sebaliknya, semakin kecil PNBP gas bumi yang diterima, maka harga gas bumi dapat semakin murah.
"Tinggi-rendahnya harga gas akan ditentukan oleh keekonomian lapangan. Semakin kecil skala gas yang diproduksikan, maka biaya produksi dan harga gas akan semakin mahal," urainya.
"Lokasi lapangan juga menentukan besaran biaya produksi gas. Produksi gas di wilayah remot atau di laut dalam akan memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan produksi gas di onshore dan pada wilayah yang lebih terjangkau," sambungnya.
Sentimen: negatif (79.9%)