Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Guntur, New York
Tokoh Terkait
Malam Seketika Terang, Gambaran Dahsyat Saat Bom Atom Diledakkan
Detik.com Jenis Media: Tekno
Proyek Manhattan tercatat dalam sejarah yang mengubah dunia. Melalui proyek ini, pada 16 Juli 1945, untuk pertama kalinya di dunia dilakukan uji coba nuklir bom atom di Alamagordo, New Mexico.
Film 'Oppenheimer' karya sutradara Christopher Nolan berupaya menggambarkan situasi saat itu secara akurat berdasarkan sejarah. Laporan Live Science menyebutkan, penggambaran dahsyat para ilmuwan saat bom atom Proyek Manhattan diledakkan, dikutip dari buku 'American Prometheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer' karya Kai Bird dan Martin J. Sherwin yang juga menjadi referensi film Oppenheimer.
Dalam buku tersebut diceritakan, fisikawan Amerika Richard Feynman sedang berdiri sekitar 32 km dari situs pengujian bom atom, dan dia diberi kacamata hitam untuk melindungi matanya. Namun dia berpikir tidak akan bisa melihat apa-apa jika melihat apa-apa melalui kacamata hitam, sehingga ia naik ke kabin truk yang menghadap Alamogordo.
Ia berpikir, kaca depan truk akan melindungi matanya dari sinar ultraviolet yang berbahaya. Saat ledakan terjadi, dia memang benar-benar dapat melihat kilatan. Meski begitu, Feynman secara refleks merunduk ketika cakrawala tampak menyala dengan kilatan luar biasa. Ketika ia melihat ke atas lagi, tampak cahaya putih berubah menjadi kuning, kemudian jingga.
"Sebuah bola jingga yang besar, di tengahnya begitu terang, menjadi bola jingga yang mulai mengembang dan mengepul sedikit demi sedikit, hitam di tepinya, kemudian aku melihat itu adalah bola asap besar dengan kilatan di bagian dalam api yang padam, panas." Demikian kesaksian Feynman. Satu setengah menit setelah ledakan, baru kemudian Feynman mendengar ledakan dahsyat, diikuti oleh gemuruh guntur buatan manusia.
Sementara itu, kimiawan Amerika James Conant melihat kilatan cahaya yang relatif lebih cepat. Namun cahaya putih begitu memenuhi langit sehingga sesaat dia berpikir ada yang tidak beres, bahkan tebersit olehnya bahwa seluruh dunia mungkin telah terbakar.
Ilmuwan lainnya, fisikawan Bob Serber juga berada 32 km jauhnya dari lokasi ledakan. Ia berbaring telungkup sambil memegang sepotong kaca tukang las untuk melindungi matanya. "Namun tepat pada saat tangan saya pegal dan saya menurunkan kaca sebentar, bom meledak. Saya benar-benar seketika buta sesaat oleh kilatan dari ledakan," ujarnya.
Ketika penglihatannya kembali 30 detik kemudian, dia melihat sesuatu berwarna ungu cerah naik ke ketinggian sekitar 6.000 meter. "Saya bisa merasakan hawa panas di wajah saya dari jarak sejauh 32 km," ujarnya.
Joe Hirschfelder, ahli kimia yang ditugaskan untuk mengukur dampak radioaktif dari ledakan tersebut, menjelaskan momen tersebut seperti malam yang seketika berubah menjadi siang karena begitu terang benderang ledakan tersebut.
"Tiba-tiba, malam berubah menjadi siang, dan hari menjadi sangat terang, dingin berubah menjadi hangat, bola api secara bertahap berubah dari putih, menjadi kuning, lalu menjadi merah seiring bertambahnya ukuran dan naik ke langit. Setelah sekitar lima detik, kegelapan kembali menyelimuti, tetapi dengan langit dan udara dipenuhi dengan cahaya ungu, seolah-olah kami dikelilingi oleh aurora borealis. Kami berdiri di sana tercengang, saat gelombang ledakan menyapu bongkahan tanah gurun dan melewati kami," rincinya.
Sementara itu, Frank Oppenheimer berada di samping saudaranya, Robert Oppenheimer saat ciptaan itu meledak. Meskipun dia terbaring di tanah, cahaya kilatan pertama dari ledakan begitu dahsyat hingga menembus dan keluar dari tanah hingga mengenai kelopak mata.
Kemudian saat melihat ke atas, ia menyaksikan bola api yang berubah menjadi awan yang melayang tidak wajar berwarna ungu dan sangat cerah. "Mungkin awan itu akan melayang dan menelan kita," pikirnya. Dia tidak mengira panas yang disemburkan dari kilatan hampir sekuat itu. Dalam beberapa saat, guntur ledakan terdengar memantul bolak-balik di pegunungan yang jauh. "Tapi saya pikir hal yang paling menakutkan adalah awan ungu yang sangat terang, dan asap hitam dengan debu radioaktif yang menggantung di sana," kenangnya.
Sedangkan Robert Oppenheimer si pencipta bom atom, terbaring menelungkup tepat di luar bunker kendali di selatan titik nol. Saat hitungan mundur tersisa dua menit, ia merasa cemas dan ketakutan. "Tuhan, urusan ini terasa berat di hati," ujarnya. Seorang jenderal Angkatan Darat mengawasinya dengan cermat saat hitungan mundur terakhir dimulai. Ia menyaksikan Oppenheimer menjadi semakin tegang saat detik-detik terakhir ledakan.
"Dia hampir tidak bernapas. Selama beberapa detik terakhir dia menatap lurus ke depan dan kemudian ketika terdengar perintah ledakan 'sekarang!', datanglah semburan cahaya luar biasa, diikuti raungan ledakan yang dalam tak lama kemudian. Wajahnya seketika rileks menjadi ekspresi kelegaan yang luar biasa," kata jenderal tersebut.
"Kami tidak tahu, tentu saja, apa yang terlintas di benak Robert pada saat penting ini. Saya pikir, kami merasa upaya ini berhasil," kenang saudaranya, Frank Oppenheimer. Keesokan paginya, ketika William L. Laurence, reporter New York Times mendekatinya untuk memberikan komentar, Oppenheimer menggambarkan emosinya dengan menyebutkann ledakan itu menakutkan.
Bom yang diciptakan dari Proyek Manhattan itu di kemudian hari dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, menewaskan ratusan ribu orang. Sejak itu, Robert Oppenheimer selamanya dikenang sebagai bapak bom atom.
Akan tetapi di kemudian hari, Robert Oppenheimer terindikasi menyesal dengan ciptaannya itu. Ia merasa tangannya telah berlumuran darah menghilangkan nyawa manusia secara massal. Oppenheimer pun berulangkali mengkampanyekan bahaya senjata semacam bom atom.
Salah satu kalimat paling terkenal yang pernah diucapkan oleh Oppenheimer adalah: Now I am become death, the destroyer of worlds (Kini aku menjadi kematian, penghancur dunia).
Simak Video "Curhatan Cillian Murphy Habiskan Banyak Waktu Demi Peran 'Oppenheimer'"
[-]
(rns/rns)
Sentimen: negatif (99.8%)