Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: pengangguran
Tokoh Terkait
Nailul Huda
Meski Ekonomi Tumbuh, Ancaman Stagflasi Tetap Hantui Indonesia
CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Presiden Bank Dunia (World Bank) David Malpass meminta seluruh negara di dunia mewaspadai risiko stagflasi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Stagflasi merupakan kondisi inflasi dan kontraksi ekonomi terjadi secara bersamaan. Inflasi melonjak, sedangkan pertumbuhan ekonomi menurun dan angka pengangguran meningkat. Biasanya, stagflasi terjadi saat resesi ekonomi terjadi di suatu negara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan risiko stagflasi juga menghantui Indonesia. Pasalnya, kenaikan harga BBM cukup memukul daya beli, sementara inflasi RI terus meningkat.
"Hingga akhir tahun kami prediksi inflasi bisa mencapai angka 8 persen lebih. Cukup terbuka peluang terjadinya stagflasi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/10).
Inflasi tahunan Indonesia kembali meningkat pada September lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi mencapai 5,95 persen, tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu tercatat 6,25 persen (yoy). Sedangkan, inflasi bulanan sebesar 1,17 persen.
Nailul menuturkan umumnya inflasi meningkat ketika perekonomian sedang bergejolak. Selain itu, lonjakan permintaan barang dari masyarakat pun biasanya menimbulkan mendorong inflasi (demand pull inflation).
"Namun pada inflasi kali ini, tidak hanya dari demand, tapi dari sisi cost juga. Ini yang jadi berbahaya," imbuhnya.
Oleh karena itu, Nailul mengingatkan pemerintah untuk bisa menjaga daya beli masyarakat, sehingga ancaman stagflasi bisa terhindarkan. Menurutnya, hal ini penting mengingat ekonomi Indonesia 50 persen berasal dari konsumsi.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah, seperti lewat bantuan langsung tunai (BLT) dan tidak menaikkan kembali harga yang diatur pemerintah, yakni BBM hingga tarif listrik.
"Jangan ada lagi kenaikan tarif listrik, ataupun model-model kenaikan harga lainnya," jelasa Nailul.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memandang risiko stagflasi masih jauh dari Indonesia. Sebab, peningkatan inflasi tidak lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
"Jadi berbeda dengan ciri-ciri stagflasi di mana inflasi sangat tinggi itu sedemikian rupa, sehingga menahan laju pertumbuhan ekonomi, bahkan membuat terjadi kontraksi," ujarnya.
Meski begitu, berdasarkan data terakhir dari BPS, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II 2022 tumbuh sebesar 5,44 persen (yoy). Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74 persen.
Menurut Faisal Indonesia memiliki pasar domestik yang besar. Selain itu, ketergantungan RI terhadap pasar internasional pun tidak begitu signifikan. Karenanya, ancaman resesi global pun tidak akan terlalu berdampak pada Indonesia.
"Kalau melihat kondisi sekarang dan kecenderungannya ke depan, saya rasa Indonesia masih jauh dari itu (stagflasi) karena salah satu penyebabnya kita punya market domestik yang luas," imbuh Faisal.
[-]
(mrh/sfr)
Sentimen: negatif (100%)