Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Lama
Tokoh Terkait
Mengenal Hiperinflasi, Ancaman usai Inflasi September Nyaris 6 Persen
CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) pernah meramal hiperinflasi akan terjadi di Indonesia pada September 2022.
Prediksi itu ia lontarkan dalam Pidato Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI & DPD RI Tahun 2022 di Gedung DPR pada Agustus lalu.
Bamsoet memprediksi hiperinflasi ditandai dengan inflasi yang tembus di kisaran 10-12 persen.
Lantas, apa sebenarnya pengertian hiperinflasi, penyebab, dampak, hingga tanggapan para ahli? Simak penjelasan berikut ini.
Arti HiperinflasiEks Wakil Presiden RI Boediono menjelaskan hiperinflasi dalam bukunya berjudul "Ekonomi Indonesia", sebagai stadium akhir dari penyakit inflasi yang menahun dan tidak ditangani dengan tuntas.
Sementara, Investopedia dan Forbes mendeskripsikan hiperinflasi sebagai inflasi yang meningkat dengan cepat. Biasanya mencapai lebih dari 50 persen per bulan.
Secara sederhana, hiperinflasi adalah istilah untuk menggambarkan kenaikan harga umum yang cepat, berlebihan, dan tidak terkendali dalam suatu perekonomian negara.
Penyebab HiperinflasiAda dua faktor utama yang bisa menyebabkan hiperinflasi, yaitu pasokan uang berlebih dan inflasi tarikan permintaan.
Hiperinflasi bisa disebabkan oleh peningkatan pesat jumlah uang beredar suatu negara, biasanya ketika pemerintah menciptakan lebih banyak uang. Ketika lebih banyak uang tersedia, nilai setiap unit mata uang turun dan harga-harga bakal naik.
Hiperinflasi juga bisa terjadi ketika peningkatan permintaan yang tiba-tiba melebihi penawaran, disebut dengan inflasi tarikan permintaan. Jadi orang-orang kehilangan kepercayaan pada sistem moneter suatu negara.
Hal ini membuat harga meroket cepat karena tidak ada cukup barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi peningkatan permintaan keseluruhan dari konsumen.
Dampak HiperinflasiHarga barang-barang konsumsi naik terlalu cepat untuk mengimbangi upah saat terjadi hiperinflasi, membuat konsumen tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
Orang-orang bakal menimbun produk karena takut akan kenaikan harga di masa depan atau berkurangnya pasokan. Namun, tindakan ini malah memperparah hiperinflasi.
Selain itu, orang-orang mungkin tidak bakal menyimpan uang di lembaga keuangan. Ini membuat bank dan pemberi pinjaman bangkrut.
"Hiperinflasi umumnya akan melumpuhkan ekonomi dan kadang-kadang menyebabkan keruntuhan total sistem ekonomi dan moneter," kata Penasihat Investasi dan Pendiri Stivers Financial Services Brian Stivers, mengutip Forbes.
Indonesia Pernah Alami HiperinflasiHiperinflasi pernah terjadi di Indonesia pada akhir masa Orde Lama, 1963-1965.
Presiden RI saat itu, Soekarno, memiliki proyek pembangunan mencetak Rupiah untuk membayar utang dan mendanai proyek-proyek megah.
Tingkat inflasi saat itu terus meroket. Pada 1962, inflasi tahunan mencapai 165 persen dan mencapai puncak pada 1965 ketika inflasi menembus 600 persen.
Pendapatan per kapita Indonesia anjlok. Itu membuat Pemerintah RI melakukan pemotongan pemotongan nilai rupiah (Sanering/Gunting Syafrudin) dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah pada Desember 1965.
Boediono juga menyinggung dalam bukunya bahwa Indonesia pernah mengalami hiperinflasi sekitar tahun 1961 atau akhir era Orde Lama. Saat itu, inflasi biasa berubah menjadi hiperinflasi.
"Hiperinflasi ditandai oleh laju inflasi yang sangat tinggi, barangkali di kisaran 100 persen atau lebih," jelas eks Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut dalam bukunya.
Sebut Ciri Hiperinflasi adalah Hilangnya Kepercayaan Terhadap Uang BACA HALAMAN BERIKUTNYASentimen: negatif (100%)