Sentimen
Negatif (88%)
10 Jul 2023 : 08.30
Informasi Tambahan

BUMN: Garuda Indonesia

AS & China Kompak Ancam Rupiah, Sanggupkah Menguat Hari Ini?

10 Jul 2023 : 15.30 Views 1

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

AS & China Kompak Ancam Rupiah, Sanggupkah Menguat Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan lalu pada Jumat (7/7/2023) nilai tukar rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan ditutup di atas level psikologis Rp15.000/US$. Menurut data Refinitiv mata uang Garuda berada di posisi Rp15.130/US$, terkoreksi 0,59% di pasar spot.

Penutupan pekan lalu menjadi yang paling rendah lebih dari tiga bulan terakhir atau sejak 27 Maret 2023. Secara mingguan pergerakan rupiah menjadi yang paling melempem se-Asia, ambles nyaris 1% atau tepatnya 0,93%

-

-

Ambruknya rupiah pekan lalu disinyalir akibat penurunan cadangan devisa (cadev) yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pada Jumat lalu. BI mencatat posisi cadev periode Juni 2023 turun US$ 1,8 miliar menjadi US$ 137,5 miliar, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 139,5 miliar.

Penurunan cadev dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, kendati begitu posisi saat ini masih setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Bank Indonesia menilai bahwa cadangan devisa tersebut tetap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," papar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jumat (7/7/2023).

Meski mengalami penurunan, tetapi ke depan, BI memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Terlepas dari posisi cadev yang tinggi, mata uang Garuda masih mengalami tekanan dari sentimen eksternal terutama dari AS akibat angka pekerjaan sektor swasta meningkat sebesar 497.000 pada Juni, menurut dari dari perusahaan penggajian ADP. Angka tersebut menjadi kenaikan bulanan tertinggi sejak Juli tahun lalu.

Kemudian, tingkat pendapatan rata-rata per jam naik 0,4% secara bulanan. Selama 12 bulan hingga Juni 2023, upah telah naik 4,4%. Akan tetapi, sudah mulai ada sedikit perlambatan di lapangan kerja, tampak dari rilis tenaga kerja non pertanian atau non farm payrolls pada periode Juni menunjukkan adanya penurunan menjadi 209.000, lebih rendah dibanding prediksi pasar sebesar 250.000 dan bulan sebelumnya sebesar 306.000 pekerja.

Sayangnya, secara keseluruhan pasar tenaga kerja masih kuat walaupun pertumbuhan lapangan kerja melambat. Dengan masih panasnya pasar tenaga kerja maka bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar masih akan kembali hawkish.

Melansir dari FedWatch Tool oleh CME Group, peluang pejabat the Fed kembali menaikkan suku bunga di pertemuan berikutnya pada sisa tahun ini sudah mencapai 93%. Sementara sisanya 7% masih mengharapkan the Fed bisa menahan suku bunga pada level 5,00% - 5,25%.

Pada pekan ini, data inflasi AS juga turut diperhatikan pelaku pasar karena akan memberikan gambaran lebih jelas bagaimana kebijakan the Fed ke depan. Konsensus pasar memperkirakan inflasi bisa melandai ke 3,1% secara tahunan (yoy) pada periode Juni 2023, sementara inflasi inti turun ke 5%.

Inflasi China yang akan rilis pada pagi juga turut menjadi fokus pelaku pasar dengan perkiraan akan bertahan di posisi sama seperti bulan lalu sebesar 0,2% yoy. Berbeda nasib dengan AS yang inflasi-nya diharapkan turun, negara asal Panda ini malah menghadapkan inflasi meningkat karena nilai inflasi yang rendah menunjukkan kondisi ekonomi-nya yang masih lesu.

Pelaku pasar perlu mewaspadai apabila kondisi ekonomi China masih lesu akibat inflasi yang rendah atau tidak sesuai ekspektasi bisa berpengaruh ke pasar keuangan RI. Ini karena, China merupakan negara tujuan ekspor terbesar komoditas Indonesia, sehingga jika kondisi ekonomi negara tersebut lesu makan inflow terhadap rupiah bisa berkurang yang menyebabkan pasar keuangan tergoncang.

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, nilai tukar rupiah melawan dolar AS masih dalam tren naik dan menembus ke atas level psikologis Rp15.000/US$ yang menunjukkan mata uang garuda masih terus melemah.

Risiko pelemahan rupiah yang masih bisa berlanjut membuat pelaku pasar perlu mengantisipasi-nya. Level terdekat pelemahan mata uang RI yang perlu diperhatikan pada posisi Rp15.140/US$ yang diambil dari high candle akhir pekan lalu (7/7/2023).

Kecenderungan harga setelah menguji resistance biasanya akan ada pembalikan arah. Oleh karena itu, perlu dilihat juga posisi support terdekat yang potensi bisa disentuh pada Rp15.100/US$ yang diambil berdasarkan garis rata-rata selama 20 jam atau moving average 20 (MA20).

Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected] 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


[-]

-

Jika RI "Jauhi" Dolar AS, Rupiah Hingga Pasar Saham Aman?
(tsn/tsn)

Sentimen: negatif (88.9%)