Sentimen
Negatif (93%)
9 Jul 2023 : 08.00
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait

KPK Pantau Ketat LHKPN Bea Cukai dan Pajak!

9 Jul 2023 : 08.00 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

KPK Pantau Ketat LHKPN Bea Cukai dan Pajak!

Jakarta -

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan Aparat Penegak Hukum bakal dipantau ketat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, instansi tersebut dinilai strategis dan rawan. Spesifiknya Marwata menyinggung soal penggunaan kewenangan oleh pegawai Pajak, Bea Cukai, atau APH.

"Pimpinan sudah meminta agar dilakukan pemetaan terhadap LHKPN, terutama para penyelenggara negara yang menduduki instansi strategis, antara lain Pajak, Bea Cukai, dan Aparat Penegak Hukum, entah itu jaksa, polisi, hakim," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers yang disiarkan virtual, dikutip Sabtu (8/7/2023).

-

-

Menurutnya, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki kekayaan tidak wajar harusnya bisa terpantau oleh atasan, atau rekan kerja. Jumlah harta yang tidak wajar menjadi salah satu indikasi praktik korupsi.

"Seorang pegawai yang secara normatif itu tidak mungkin bisa menghimpun kekayaan sedemikian besar, dan kami meyakini tidak mungkin rekan sejawat, atasan atau pimpinannya tidak tahu," ujarnya.

"Jadi salah satu 'red flag' terjadinya suatu kecurangan atau korupsi misalnya bisa dilihat dari gaya hidup. Bagaimana dia pola konsumsinya. Kalau seorang ASN atau penyelenggara negara mampu membeli rumah Rp 20 miliar, tentu jadi pertanyaan besar, dari mana yang bersangkutan mendapatkan penghasilan untuk membeli rumah sebesar itu," lanjutnya.

Adapun hal ini disampaikan saat konferensi pers penahanan kasus gratifikasi mantan Pejabat Bea Cukai Andhi Pramomo. Sebagai informasi, Andhi diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 28 miliar. Uang hasil gratifikasi salah satunya dibelikan rumah seharga Rp 20 miliar di Pejaten, Jakarta Selatan.

Marawata menerangkan, perlu pembuktian dari mana jumlah harta jumbo yang dimiliki penyelenggara negara. Misalnya, apakah yang bersangkutan memiliki usaha lain atau tidak.

"Apakah yang bersangkutan punya kegiatan usaha lain, itu yang harus dibuktikan," pungkasnya.

(das/das)

Sentimen: negatif (93.9%)