Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Grup Musik: ASTRO
Kab/Kota: Bondowoso
Kasus: Narkoba, pembunuhan
Tokoh Terkait
Polri yang humanis - ANTARA News
Antaranews.com Jenis Media: Nasional
Meskipun tentu tidak mudah, Polri, dengan slogan "Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi) itu kemudian mampu kembali tampil ......
Bondowoso (ANTARA) - Wajah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang berulang tahun ke-77 pada 1 Juli 2023, semakin menampilkan sisi humanitas di tengah masyarakat.Mencermati Polri, setidaknya bisa kita lihat dari sisi institusi dan kecenderungan perilaku personel di lapangan.
Dari institusi, beberapa kasus yang melibatkan sejumlah petinggi lembaga penegak hukum itu sempat menjadi tamparan menyedihkan. Kasus itu, terutama yang melibatkan Ferdy Sambo terkait pembunuhan dan Teddy Minahasa terkait kasus narkoba.
Kasus itu menjadi berita besar dan bersambung-sambung hingga beberapa bulan karena pelakunya berpangkat jenderal.
Menghadapi badai besar itu, Polri di bawah nakhoda Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mampu keluar dari pusaran. Kuncinya, Kapolri memilih jalan lurus pada penegakan keadilan dalam menangani dua jenderal bermasalah itu. Pemimpin Polri tidak mengambil risiko besar untuk "membela korps". Pilihan pada rel konstitusi itu terbukti telah menyelamatkan institusi Polri.
Meskipun tentu tidak mudah, Polri, dengan slogan "Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi) itu kemudian mampu kembali tampil sebagai lembaga penegak hukum yang layak dipercaya oleh masyarakat.
Pemimpin Polri juga menunjukkan sikap yang responsif atau akomodatif terhadap suara yang berkembang di masyarakat, seperti ujian praktik memperoleh surat izin mengemudi (SIM) yang tidak lagi menggunakan metode tes zig-zag.
Sebagai penegak hukum yang di satu sisi tidak boleh berkompromi dengan keadaan tertentu, di sisi lain, dalam hal-hal yang justru tidak mendukung terhadap upaya penegakan hukum, Polri bersedia menerima evaluasi.
Sementara itu dari sisi personal, Polri juga terlihat bersahabat dengan masyarakat, bahkan untuk hal-hal yang di luar tugas kepolisian.
Kini, banyak kita temukan di lapangan atau kita baca di media, anggota Polri yang dengan sukarela menjadi guru mengaji atau membuka lembaga pendidikan dengan biaya sendiri.
Tidak sedikit anggota Polri yang sekaligus menyandang gelar sosial sebagai ustadz, guru ngaji, atau guru secara umum. Anggota Polri banyak yang mengambil bagian dalam upaya perubahan sosial menuju masyarakat yang berkeadaban.
Di tempat lain, masyarakat juga disuguhi oleh fakta ada polisi yang tidak gengsi mencari tambahan penghasilan sebagai pemulung sampah atau berjualan makanan di pinggir jalan. Mereka kerjakan itu, dengan prinsip, yang penting halal alias tidak melanggar hukum.
Bahkan, ada juga anggota Polri yang aktif mengisi konten video di media sosial, dengan tampilan yang lucu. Selain bisa menikmati berkah dari banyaknya penonton dan pengikut, anggota Polri ini juga bisa menyampaikan berbagai program Polri ke masyarakat. Fungsi edukasi tidak hanya dilakukan oleh saluran resmi dari pemimpin Polri, melainkan bisa disampirkan kepada anggota yang aktif menjadi pengisi konten medsos.
Anggota Polri tidak lagi menempatkan diri sebagai anggota masyarakat "kelas satu" di atas warga sipil. Dulu, polisi sempat menikmati posisi sosial di atas warga sipil, ketika menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di era Orde Baru.
Kalau dulu masih sering kita saksikan sosok polisi yang maunya menang sendiri di tengah masyarakat, kini budaya itu sudah terkikis. Penegakan kasus Sambo juga berpengaruh besar terhadap perilaku polisi di lapangan. Jangankan pangkat rendah, jenderal saja, ketika salah juga ditindak tegas.
Anggota Polri yang bertugas di satuan lalu lintas, dulu kita kenal suka "bermain kasus" untuk mendapatkan uang sogok dari pengendara, kini fenomena itu sudah berkurang banyak.
Memang, berubahnya fenomena itu digerakkan oleh dua motif. Pertama, polisi tidak mau berbuat salah karena takut, utamanya takut viral di media sosial, yang kemudian membawa konsekuensi hukum bagi si polisi itu.
Kedua, munculnya kesadaran dari hati terdalam bahwa sebagai anggota Polri, mereka harus memiliki sikap dan perilaku yang bermartabat. Karena itu mereka malu untuk mencari uang tambahan di jalan raya, termasuk memainkan kasus kriminal. Mereka merasa sudah mendapatkan fasilitas yang cukup dari negara.
Lepas dari motif perubahan itu, reformasi di tubuh Polri saat ini sangat dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat kini tidak perlu was-was menggunakan sepeda motor di jalan raya, asalkan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan SIM dibawa, serta pelat nomor terpasang dengan betul.
Demikian juga dengan ketaatan pengendara saat di lampu pengatur lalu lintas. Warga tidak berani menerobos saat lampu merah, karena terawasi oleh kamera pengintai tersembunyi di mana-mana. Perangkat yang digunakan Polri semakin modern dan canggih.
Pemandangan humanis di jalan raya juga sering kita saksikan, misalnya seorang polisi lalu lintas membantu menyeberangkan jalan orang-orang tua atau anak-anak sekolah.
Di unit yang biasanya terlihat sangar, yakni satuan reserse kriminal, pola pemeriksaan terhadap tersangka juga sudah mengikuti perkembangan zaman. Lagi-lagi, boleh jadi perubahan ke arah humanis itu, karena mereka takut menjadi berita viral jika berbuat semena-mena terhadap tersangka.
Meskipun demikian, kita juga harus adil dalam menilai. Sangat mungkin perubahan sikap polisi di satuan reserse kriminal itu juga karena tumbuhnya kesadaran dari dalam diri untuk betul-betul menjadi aparat yang memiliki muruah tinggi.
Keadilan menilai ini, termasuk kemungkinan masih ada anggota Polri yang nakal. Melihat banyaknya perubahan yang terlihat, mereka yang nakal itu pasti akan terkikis oleh spirit penegakan hukum secara institusi dan kecenderungan membaiknya anggota Polri yang lain. Malu ah, menjadi polisi yang tidak bersih.
Dunia terus berubah, Polri juga tidak mau menutup mata dan telinga terkait perubahan itu. Polri mengambil posisi luwes, dengan mengisi celah-celah yang mungkin bisa diubah, namun tidak melanggar undang-undang.
Toh, semuanya berujung pada tujuan terciptanya keamanan dan tertibnya kehidupan di masyarakat. Tujuan tidak boleh berubah dan harus dipegang kuat, namun metode harus mengikuti perkembangan.
Selamat ulang tahun Korps Bhayangkara. Semakin presisi dan bermartabat dalam mengemban tugas mulia dari negara.
Pewarta: Masuki M. Astro
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2023
Sentimen: positif (99.8%)