Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Ford
Kab/Kota: New York
Tokoh Terkait
Petualangan Si Arkeolog yang Tetap Menyenangkan
Detik.com Jenis Media: Hiburan
Jakarta -
Waktu adalah sesuatu yang luar biasa kejam. Dalam Indiana Jones and the Dial of Destiny, film ke-lima si arkeolog yang jago memecuti orang tersebut, waktu menjadi momok yang menakutkan. Ia bukan lagi Indy (Harrison Ford), si petualang yang tak kenal dengan maut, yang bisa melawan siapa saja dan apa saja. Ia sekarang adalah profesor yang mendongeng cantik di kampus. Ia adalah dosen yang selalu berhasil membuat muridnya kebosanan. Ia adalah tetangga tua yang tidak punya kehidupan sosialnya. Berteriak ke tetangga bahwa mereka memutar musik terlalu keras adalah hari-harinya.
Kemudian hari itu, hari dimana Amerika berhasil menempatkan manusia untuk menginjak bulan, muncullah Helena Shaw (Phoebe Waller-Bridge), anak dari sahabatnya yang tiba-tiba nyerocos soal Antikythera. Benda yang dibuat oleh Archimedes ini rupanya memiliki kemampuan yang luar biasa sakti, bahkan Nazi pun ingin memilikinya. Tidak mengherankan setelah Helena meminta Indy untuk melihat bagian Antikythera, sekelompok orang misterius utusan Jurgen Voller (Mads Mikkelsen) muncul dan menghebohkan mereka.
Tidak seperti film-film Indiana Jones yang lain, Indiana Jones and the Dial of Destiny adalah film yang lumayan sendu. Indiana Jones yang kita sekarang bukanlah Indy yang kita kenal di empat film sebelumnya. Ini adalah karakter yang dimakan oleh waktu. Karakter yang merasa masa keemasannya sudah lewat. Karakter yang dipenuhi rasa penyesalan (ada penjelasan tentang keluarganya di film ini). Tema waktu dan orang-orang yang ingin pergi ke masa lalu ini akhirnya menjadi full circle ketika kita ingat bahwa Harrison Ford sudah tidak seperti dulu lagi. Kita tidak akan pernah bisa mendapatkan Indiana Jones yang sama lagi.
Film Indiana Jones and the Dial of Destiny Foto: Istimewa
Ditulis oleh empat orang (Jez Butterworth, John-Henry Butterworth, David Koepp dan James Mangold sendiri), Indiana Jones and the Dial of Destiny dimulai dengan adegan kejar-kejaran yang tiada henti. Pembukaannya adalah sebuah tipuan yang sempurna sebelum penonton diajak untuk melihat potret Indy yang menyedihkan. Menggunakan CGI yang paten, Mangold seperti menggunakan Antikythera untuk memanipulasi waktu. Melihat Indy versi muda berlarian penuh semangat, lolos dari kematian berkali-kali, mengelabui Nazi dengan mudah dan memukul orang seperti makanan hari-hari sungguh membangkitkan memori yang menyenangkan. Kalau Anda tumbuh besar dengan film-film Indiana Jones, pembukaannya yang mengagumkan (setengah jam lebih), akan membuat Anda menyeringai lebar.
Sayangnya sisa filmnya tidak semeriah pembukaannya meskipun jauh dari kata buruk. Indiana Jones and the Dial of Destiny tetap memberikan petualangan yang hanya bisa disaksikan kemegahannya di kegelapan bioskop. Meskipun plotnya mudah ditebak dan semua karakter kecuali Indy tidak mendapatkan porsi yang baik (Helena Shaw sayangnya tidak memiliki selera humor sebaik Phoebe Waller-Bridge), film ini tetap menyajikan petualangan yang tiada dua. Dan orang yang bertanggung jawab atas semua itu adalah James Mangold.
Mangold sebenarnya mendapatkan tugas yang berat, hampir sama mustahilnya dengan semua misi yang pernah dilakukan oleh Indy. Ia harus mewarisi sebuah franchise yang dicintai semua orang. Tidak hanya Indiana Jones berhasil secara komersial, serial ini adalah salah satu serial yang penyutradaraannya tidak pernah gagal. Spielberg selalu bisa membuat penonton berseru senang dengan kemampuannya meramu adegan. Mangold adalah sutradara yang baik, bahkan luar biasa. Tapi Indiana Jones and the Dial of Destiny adalah tugas yang sangat berat.
Sebagai sebuah film blockbuster, Mangold melaksanakan tugasnya dengan baik. Semua set pieces ia rancang dengan baik. Dari pembukaannya yang dahsyat, adegan kejar-kejaran di New York, adegan kejar-kejaran di Tangier, perjalanan ke bawah laut sampai klimaks yang mendebarkan, Mangold meramu barisan adegan aksinya dengan spektakuler. Pembukaannya saja lebih dari layak sebagai ganti tiket bioskop Anda. Tapi sebagai film Indiana Jones, film ini memang kurang perkasa karena dari segi cerita, film ini sudah kelelahan. Untungnya, saya tidak keberatan dengan semua klise yang ada. Indiana Jones selalu menjanjikan aksi yang seru dan Indiana Jones and the Dial of Destiny bukan pengecualian.
Indiana Jones and the Dial of Destiny dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
Simak Video "Kesan Mereka Lihat Aksi Film 'Indiana Jones and the Dial of Destiny'"
[-]
(tia/tia)
Sentimen: positif (94.1%)