Rupiah Dibuka Menghijau, Tapi Potensi Pelemahan Terbuka Lebar
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Selasa pekan ini. Penguatan rupiah ini karena pelemahan dolar AS dan juga penurunan imbal hasil obligasi AS.
Pada Selasa (27/6/2023), nilai tukar rupiah dibuka menguat 26 poin atau 0,18 persen menjadi 14.995 per dolar AS dari sebelumnya 15.021 per dolar AS.
Analis pasar mata uang Lukman Leong menjelaskan, penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan, Selasa, hanya bersifat sementara saja.
"Rupiah rebound oleh koreksi pada dolar AS dan imbal hasil obligasi AS yang turun, rupiah dan mata uang Asia umumnya telah oversold dan berpotensi rebound. Namun kekuatiran pelemahan ekonomi dan prospek suku bunga bank sentral secara keseluruhan masih tetap menekan mata uang emerging," ujar dia dikutip dari Antara.
Ia mengatakan, investor menantikan beberapa data ekonomi AS dan pidato Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell untuk petunjuk lebih lanjut.
"Malam ini, data penjualan durable goods AS diperkirakan akan turun 1 persen. Hal ini diharapkan bisa meredakan kekhawatiran akan prospek suku bunga The Fed," ungkap Lukman.
Menurut dia, Powell masih akan memberikan pidato hawkish pada minggu ini, tepatnya pada Rabu dan Kamis. Karena itu, rupiah diperkirakan masih akan berkisar di angka Rp15 ribu per dolar AS.
Kemarin, rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan di tengah sentimen risk off yang dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dari sikap agresif bank sentral dunia.
"Perkembangan terakhir, The Fed yang mensinyalkan masih akan menaikkan suku bunga 2 kali, RBA (Reserve Bank of Australia dua kali mengejutkan pasar dengan kenaikan, BoE (Bank of England) mengejutkan pasar dengan kenaikan yang lebih besar pada minggu lalu," katanya.
Bank sentral melihat upaya melawan inflasi masih jauh dari selesai. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi global.
"Pada saat yang sama, China terlihat mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan," ucapnya.
Selain itu, dia melihat pelemahan rupiah turut dipengaruhi perkembangan di Rusia pascapemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner. "Ketidakpastian ini memicu permintaan dolar AS sebagai safe haven dan mata uang emerging dihindari," ucap Lukman.
Sentimen: negatif (100%)