Ini Aturan Cegah Pencucian Uang hingga Pendanaan Senjata Pemusnah Massal
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU, PPT dan PPPSPM di SJK).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan POJK tersebut bertujuan memitigasi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain itu, POJK ini juga untuk memitigasi risiko tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang berkembang dan menjadi ancaman serius bagi Indonesia.
"POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK telah selaras dengan prinsip internasional antara lain Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta perkembangan inovasi dan teknologi yang harus diikuti penjagaan aspek keamanan dan kerahasiaan," kata Mahendra dalam keterangan tertulis, Jumat (16/6/2023).
Menurut Mahendra POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK merupakan bukti komitmen OJK dalam mendukung tujuan Negara Republik Indonesia menjadi anggota penuh FATF, di mana sektor jasa keuangan memiliki ukuran dan materialitas signifikan.
Substansi pengaturan POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK antara lain:1.Penambahan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang wajib menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, yaitu Wali Amanat, Penyelenggara Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, Penyelenggara Layanan Transaksi Keuangan Berbasis Teknologi Informasi atau Penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, dan jenis PJK lainnya yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dan berada pada kewenangan OJK.
2. Pengaturan PPPSPM yang mencakup
- Kewajiban penilaian, kebijakan dan prosedur, serta mitigasi risiko PPSPM
- Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan attempted transaction terkait PPSPM
- Penegasan pemblokiran tanpa penundaan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya (without prior noticed)
- Penegasan kewenangan pengenaan sanksi atas pelanggaran PPPSPM
- Mitigasi risiko penghindaran sanksi (sanction evasion)
3. Kewajiban PJK memastikan profesi penunjang yang digunakan jasanya telah menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM, serta terdaftar pada sistem informasi pelaporan yang dikelola PPATK (GoAML).
4. Kewajiban penyusunan dan penyampaian Individual Risk Assessment (IRA) oleh PJK.
5. Menambahkan contoh tindakan countermeasures oleh PJK terhadap negara berisiko tinggi yang dipublikasikan oleh FATF untuk dilakukan countermeasure.
6. Penegasan kewajiban Customer Due Diligence (CDD) antara lain:
- CDD berlaku bagi Beneficial Owner (BO) dari seluruh jenis nasabah termasuk perusahaan publik/emiten dan lembaga negara
- CDD sederhana hanya dilakukan bagi area berisiko rendah berdasarkan penilaian PJK
- Penggunaan paspor dan Kartu Masyarakat Indonesia Luar Negeri (KMILN) sebagai dokumen pendukung bagi Diaspora Indonesia, serta ketentuan terkait Nomor Induk Tunggal (NIT) dan Identitas Kependudukan Digital (IKD).
7. Penyempurnaan persyaratan dan tata cara kerja sama PJK dengan Pihak Ketiga dalam rangka verifikasi secara tatap muka (face to face) dan tidak tatap muka (non-face to face) melalui sarana elektronik (termasuk sarana elektronik milik pihak ketiga (provider EKYC).
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klikSentimen: negatif (100%)