The Fed Diramal Tak Kerek Suku Bunga, Rupiah kok Melemah?
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 0,17% melawan dolar Amerika Serikat (AS) Rp 14.860,00/US$ di pasar spot Senin (12/6/2023). Sejak awal Juni, Mata Uang Garuda sudah menguat 1%. Pelemahan Rupiah ini beriringan dengan pelemahan mata uang Asia lainnya.
Pelemahan mata uang Asia terjadi menjelang keputusan suku bunga bank sentral AS (The Fed). Pelaku pasar juga menantikan data inflasi AS yang rilis hari Selasa (13/6). Menurut jajak pendapat Reuters, Inflasi AS diperkirakan akan meningkat 0,4% secara bulanan (month-on-month/MoM).
Sebelumnya keputusan bank sentral Australia dan Canada mengejutkan pelaku pasar dengan menaikkan suku bunga. Sentimen ini mengkhawatirkan pelaku pasar kan sikap The Fed yang juga masih bisa agresif meningkatkan suku bunga atau hawkish.
Potensi The Fed untuk tetap hawkish akan mendorong nilai dolar AS terapresiasi, sehingga faktor tersebut menyebabkan pelemahan mayoritas mata uang Asia.
Namun, melansir Reuters, CME FedWatch menyatakan probabilitas The Fed mempertahankan suku bunga sebesar 73%.
"Pasar telah beralih ke apa yang terjadi pada pertemuan berikutnya di bulan Juli. Mengingat keadaan ekonomi yang lambat tapi stabil, peluang kenaikan dalam pertemuan itu tidak sepele, dalam pandangan kami," kata ekonom dari DBS Bank dalam sebuah catatan.
Di sisi lain, fundamental Rupiah sendiri akan mengalami perbaikan, jika The Fed melunak terhadap kebijakan suku bunganya. Dana asing diharapkan dapat semakin membanjiri pasar keuangan Indonesia.
Rupiah juga masih memiliki prospek yang cukup baik, mengingat Bank Dunia telah merevisi ekspektasi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,1%, dibanding sebelumnya 1,7% untuk tahun 2023.
Aura positif juga terlihat dari perkiraan Gubernur BI, Perry Warjiyo. Beliau menyatakan rupiah berpotensi menguat, mencapai kisaran Rp 14.800-15.200/US$ untuk tahun ini. Tahun 2024, Rupiah masih berpotensi menguat di kisaran Rp 14.600-15.100/US$.
Empat alasan potensi penguatan mata uang rupiah adalah pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, inflasi yang masih terkendali, pembayaran cadangan devisa yang masih rendah, dan imbal hasil SBN dan aset keuangan yang masih menarik.
Selain itu, arah suku bunga AS akan terlihat dalam pertemuan The Fed, Bank Sentral Eropa (EJB), dan Bank of Japan (BOJ).
Selain penurunan rupiah, yuan China, juga jatuh ke level terendah dalam enam bulan dibandingkan dolar AS, didukung sentimen perpanjangan pinjaman People's Bank of China (PBoC) yang akan jatuh tempo. Pinjaman tersebut senilai CNY 200 miliar (Rp 416 triliun) akan jatuh tempo pada hari Kamis mendatang.
Dengan pemulihan pasca-pandemi yang belum membaik dan data ekonomi domestik yang mengecewakan, harapan untuk pelonggaran lebih lanjut oleh PBoC semakin meningkat. Faktor tersebut menjadikan mata uang China mengalami penurunan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[-]
-
Video: Menguat Lebih Dari 1%, Rupiah Tembus Rp 14.985/USD
(mza/mza)
Sentimen: negatif (99.5%)