Sentimen
Negatif (99%)
12 Mei 2023 : 12.27
Informasi Tambahan

BUMN: BRI

Grup Musik: APRIL

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait
Morgan

Morgan

BRI Dorong Perkuat Kekuatan Domestik untuk Cegah Resesi Ekonomi

12 Mei 2023 : 12.27 Views 1

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

BRI Dorong Perkuat Kekuatan Domestik untuk Cegah Resesi Ekonomi
Jakarta -

Meredanya kasus COVID-19 tidak selamanya membuat tatanan dunia normal. Sebab ada sejumlah tantangan lain yang menguji sektor perekonomian seperti disrupsi rantai pasok, gangguan suplai, dan distribusi barang & jasa. Hal itu memberikan dampak terhadap angka inflasi yang cukup besar dan terjadi di sejumlah negara.

Chief Economist BRI sekaligus Direktur Utama BRI Research Institute Anton Hendranata mengatakan salah satu contohnya terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Tren inflasi naik terus menerus dan bersifat permanen seiring maraknya konflik dunia.

Bahkan dalam empat puluh tahun terakhir, inflasi AS dan Eropa memecahkan rekor tertinggi masing-masing sekitar 9% yoy (Juni 2022) dan 10% yoy (Oktober 2022). Inflasi super tinggi dan tak terkendali telah direspons dengan kenaikan suku bunga acuan secara agresif dan signifikan oleh sebagian bank sentral di dunia.

-

-

"Antibiotik suku bunga dengan dosis tinggi selama lebih dari dua tahun, memang berhasil mematahkan tren kenaikan inflasi, inflasi mulai turun terbatas. Namun, efek buruknya lebih mengkhawatirkan yaitu perekonomian global diambang resesi. Suku bunga tinggi, sangat membebani perekonomian dunia dan dunia usaha, serta menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan. Beban bunga pinjaman tinggi menohok sektor riil, sektor perbankan, dan debitur, termasuk individual masyarakat yang sangat bergantung pada kartu kredit," kata Anton dalam keterangan tertulis, Jumat (12/5/2023).

Contoh lainnya, ia mengatakan masalah tersebut telah terbukti lewat jatuhnya tiga bank AS yakni Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan First Republic Bank. Hal itu disebabkan kenaikan signifikan suku bunga acuan Bank Sentral AS dari 0,25% menjadi 5%. Tingginya suku bunga acuan AS mengakibatkan peningkatan suku bunga kredit perumahan, yang kemudian menyebabkan tingkat pengajuan kredit perumahan rakyat (KPR) turun signifikan.

"Penurunan kinerja sektor properti AS ini harus disikapi dengan hati-hati, karena pertumbuhan private residential fixed investment turun secara signifikan, mendekati kondisi seperti krisis finansial global tahun 2009," jelasnya.

Akibat lain yang ditimbulkan yakni kurva imbal hasil (yield) obligasi AS (US Treasury) kini telah mengalami inverted, di mana yield obligasi AS tenor 2 tahun lebih tinggi dari tenor 10 tahun. Belum lagi, berdasarkan penghitungan model Ekonometrika yang dibangun melalui metode Markov Switching Dynamic Model pada Juli 2022 menunjukkan bahwa probabilitas AS mengalami resesi ekonomi tahun 2023 sebesar 80%. Angka probabilitas itu naik signifikan sembilan bulan kemudian (April 2023) menjadi 91%.

"Melihat kondisi AS yang semakin sulit dan bangkrutnya tiga bank di AS. Saya kira kita harus bijak menyikapinya. Kita harus siap dengan kemungkinan terburuk AS akan jatuh terjerembab dalam resesi ekonomi, yang mungkin akan diikuti oleh Eropa, bahkan ada kemungkinan resesinya lebih cepat dibandingkan AS. Pada saat negara maju mengalami resesi, maka akan sulit negara berkembang terhindar dari resesi ekonomi dunia," ujarnya.

"Apalagi dalam kebijakan moneternya, menaikkan suku bunga acuannya secara signifikan sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan AS, dalam rangka menjaga stabilitas nilai mata uangnya terhadap Dollar AS," sambungnya.

Meskipun begitu, ia meminta agar masyarakat Indonesia tidak panik dalam menyikapi kondisi tersebut. Sebab Indonesia telah memiliki pengalaman bertahan dalam krisis ekonomi dan finansial global 2008/2009 (GFC 2008/2009).

Ia mengatakan, saat itu, Indonesia hanya mengalami perlambatan ekonomi namun tidak terseret ke dalam resesi. Perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh positif sebesar 4,6% tahun 2009 dari 6% pada 2008.

"Padahal di tahun itu, krisis ekonomi yang ditandai kebangkrutan Bank Lehman Brothers daya rusaknya jauh lebih besar dari kolapsnya SVB, Signature Bank, dan First Republic Bank di tahun ini," ungkapnya.

Ia menambahkan indikator persepsi risiko yang diwakili oleh credit default swap (CDS) dari lima bank besar di AS (Bank of America, Citigroup, JP Morgan, Wells Fargo, dan Morgan Stanley) lebih melonjak signifikan pada saat kolapsnya Lehman Brothers. Artinya, kekhawatiran dan ketakutan jatuhnya Lehman Brothers (GFC 2008/09) terbukti kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jatuhnya SVB dan lain-lain.

"Fakta-fakta tersebut, telah membuka nalar sehat kita, bahwa jika AS mengalami resesi tahun 2023, dampak negatifnya kemungkinan besar tidak akan separah krisis ekonomi global 2008/09. Indonesia akan jauh dari episentrum resesi ekonomi global 2023. Fundamental ekonomi Indonesia jauh lebih sehat dan kuat dibandingkan kondisi 15 tahun lalu, pada saat resesi ekonomi global 2008/09," jelasnya.

Menurutnya, keyakinan itu diperkuat dengan perhitungan yang telah dibangun oleh BRI pada Juli 2022 yakni menggunakan Markov Switching Dynamic Model. Di sana menunjukkan, jika AS mengalami resesi ekonomi 2023, maka probabilitas Indonesia mengalami resesi ekonomi hanya 2 persen. Angka tersebut sama persis dengan konsensus Bloomberg pada April 2023 ini.

Anton menyarankan berbagai pihak untuk memperkuat kekuatan domestik perekonomian Indonesia di antaranya dengan mengoptimalkan konsumsi rumah tangga sebagai motor penggerak utama perekonomian. Di sisi lain, pemerintah harus mampu menjaga daya beli masyarakat level menengah ke bawah dan menggerakkan perekonomian lokal/daerah melalui stimulus fiskal seperti Bantuan Sosial (Bansos), perlinsos, dana desa, dan lain-lain.

"Pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia harus dikuatkan dan dibantu secara berjenjang dan berkesinambungan, terutama dari sisi pembiayaan dan pemberdayaannya. Skema KUR yang tepat sasaran dan subsidi bunga yang efektif, mendorong inklusi keuangan, dan literasi keuangan akan membuat pelaku UMKM semakin mandiri dan kompetitif. Pada saat UMKM kuat maka Indonesia akan kuat menghadapi badai resesi ekonomi global," tutupnya.

(fhs/ega)

Sentimen: negatif (99.2%)