Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Apple, Tesla, Coca Cola
Tokoh Terkait
Morgan
Ngeri, ChatGPT Bikin Bursa Saham Guncang
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan pesat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sedang menggebrak dunia teknologi. Teknologi tersebut juga membuat heboh pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street.
AI generatif (generative AI), sebuah bentuk kecerdasan buatan yang dapat menghasilkan ide orisinil dan kreatif dalam bentuk teks, video, atau media lainnya, memang masih dalam tahap awal saat ini.
Namun, teknologi ini sudah menimbulkan kehebohan di kalangan perusahaan, sekolah pemerintah, hingga publik karena kemampuannya untuk memproses jumlah informasi yang besar dan menghasilkan konten yang canggih sebagai respons terhadap permintaan pengguna.
Perusahaan teknologi besar pun berinvestasi miliaran dolar dalam teknologi ini. Startup mengumpulkan modal dan mencoba mengembangkan model bisnis dengan menggunakan AI dengan cepat.
Investor saat ini tengah menilai sejauh mana kedatangan AI akan mengubah perusahaan, industri, dan praktik bisnis kontemporer, dan akhirnya turut mempertaruhkan taruhan di teknologi tersebut.
Hal ini telah menyebabkan saham berayun liar ke arah yang berlawanan: saham pembuat chip Nvidia sedang melonjak, sementara saham perusahaan bimbingan belajar (bimbel) Chegg mengalami penurunan tajam seiring kekhawatiran generative AI menekan angka pelanggan baru.
Antusiasme terhadap potensi AI adalah salah satu alasan mengapa perusahaan teknologi besar AS menjadi performa terkuat tahun ini.
Tidak diragukan lagi bahwa chatbot generative AI memang sedang populer saat ini.
ChatGPT mencapai 100 juta pengguna dalam dua bulan, mencatatkan rekor tercepat, sebagaimana ditulis analis di Goldman Sachs dalam catatan riset.
Sebagai perbandingan, TikTok membutuhkan waktu sembilan bulan untuk mencapai angka itu, sedangkan Instagram membutuhkan 30 bulan.
"Kami menganggap AI sebagai sesuatu yang besar, dan kami akan terus mengintegrasikannya dalam produk kami dengan pertimbangan matang," kata CEO Apple Tim Cook pekan lalu dalam panggilan konferensi dengan analis, dikutip Wall Street Journal, Selasa (9/5/2023).
Apple tidak sendirian mengikuti gelombang generative AI.
Mengacu pada data AlphaSense, ada lebih dari 300 pembahasan tentang "generative AI" dalam panggilan konferensi perusahaan di seluruh dunia pada tahun ini. Bahkan, frasa tersebut hampir tidak disebutkan sebelum 2023.
Tidak hanya perusahaan teknologi, sistem kesehatan besar di AS juga tengah bereksperimen dengan AI untuk melihat apakah teknologi tersebut dapat membantu meningkatkan produktivitas staf medis mereka.
Selain itu, para pengusaha dan investor modal ventura (venture-capital/VC) berharap generative AI akan merevolusi bisnis dari produksi media hingga layanan pelanggan hingga pengiriman bahan makanan. Bahkan, raksasa minuman kemasan Coca-Cola mengatakan kepada investor bahwa mereka sedang bereksperimen dengan teknologi tersebut.
Beberapa investor pun mulai bertanya-tanya apakah generative AI adalah teknologi terbaru yang berpotensi mengganggu atau mendisrupsi seluruh industri.
Kita bisa melihat rekam sejarah. Munculnya streaming online menandai berakhirnya perusahaan penyewaan video rumahan seperti Blockbuster, sedangkan kamera pada ponsel membuat pengolahan foto menjadi usang dan membantu memicu kebangkitan Apple dan kemunduran Kodak.
Kecerdasan buatan "hampir pasti terlalu dibesar-besarkan [overhyped] dalam implementasi awalnya," kata Michael Green, kepala strategi di Simplify Asset Management, dikutip WSJ.
"Namun," kata Green, "dampak jangka panjangnya mungkin lebih besar dari yang dapat kita bayangkan."
Dampak kehebohan generative AI pun terasa di saham teknologi raksasa AS. Microsoft mengalami kenaikan kapitalisasi pasar US$500 miliar sejak raksasa teknologi itu mengumumkan investasi US$10 miliar dalam startup OpenAI, pengembang ChatGPT, pada Januari lalu.
Saham Nvidia, yang memproduksi chip yang diperlukan untuk menggerakkan chatbot, telah melompat 96% sejauh ini tahun ini.
Berbeda nasib, induk perusahaan Google, Alphabet, sempat kehilangan nilai pasar hingga US$100 miliar dalam satu hari pada awal tahun ini setelah chatbot-nya, Bard, tidak memenuhi harapan investor.
Untungnya, kepercayaan investor kembali pulih dan tetap membuat saham Alphabet naik 22% selama 2023 ini.
Menurut hemat manajer portofolio senior di Synovus Trust Daniel Morgan, langkah investasi raksasa teknologi ke AI tersebut mungkin akan terbukti seiring teknologi tersebut mulai semakin jelas dampaknya di masa depan.
"Hal yang paling sulit untuk ditentukan adalah, apa dampak dari semua pengeluaran ini terhadap pendapatan dan laba perusahaan?"
Sebagai informasi, Synovus Trus memiliki saham Microsoft, Alphabet, dan Nvidia.
Memang, tingginya minat investor telah mendorong valuasi ketiga saham tersebut.
Saat ini, saham Nvidia diperdagangkan 164 kali labanya (price-to earnings/P/E ratio) selama 12 bulan terakhir, menurut FactSet. Sementara, Microsoft dan Alphabet diperdagangkan masing-masing dengan rasio P/E 33 kali dan 24 kali.
Sejumlah manajer portofolio mengatakan upaya untuk memahami implikasi kemunculan AI sangat penting, baik untuk berinvestasi pada para pemain utama teknologi maupun untuk menghindari kerugian ke depan.
"Anda tidak tahu semua efek lanjutan," kata Will Graves, kepala petinggi investasi di Boardman Bay Capital Management kepada WSJ.
"Jika ini benar-benar adalah momen iPhone, tidak ada yang melihat Uber muncul dari iPhone untuk menghancurkan industri taksi," pungkasnya.
[-]
-
Video: Gara-Gara Elon Musk, Saham Tesla Ambruk 12%(trp/trp)
Sentimen: netral (47.1%)