Sentimen
Positif (94%)
7 Mei 2023 : 13.14
Informasi Tambahan

BUMN: PT Pertamina

Kab/Kota: Bogor

Belum Saatnya Naikkan Harga Pertalite, Inflasi Jadi Taruhan

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

7 Mei 2023 : 13.14
Belum Saatnya Naikkan Harga Pertalite, Inflasi Jadi Taruhan
Jakarta, CNN Indonesia --

Wacana kenaikan harga Pertalite maupun Solar, bak buah simalakama. Bagaimana tidak? Sudah nyaris enam bulan harga minyak mentah dunia melonjak, sementara harga BBM bersubsidi makin jauh meninggalkan harga keekonomiannya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sempat berucap harga Pertalite jika tidak disubsidi, bisa menembus Rp17.100 per liter. Pun demikian, pemerintah menahan diri dengan menjual Pertalite Rp7.650 demi menjaga daya beli masyarakat.

Akibatnya, pemerintah harus terus menggelontorkan subsidi lewat PT Pertamina (Persero). Tetapi, kekuatan pemerintah membendung kenaikan harga BBM subsidi tersebut semakin berkurang. Bayangkan saja, alokasi subsidi khusus energi dianggarkan lompat berkali-kali lipat dari Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun.

-

-

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," ungkapnya, dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD di Sentul Bogor, Jumat (5/8).

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga pernah buka-bukaan soal kemungkinan harga BBM subsidi naik. Hal ini untuk mengantisipasi anggaran subsidi yang sudah ditambah tidak jebol.

"Jadi, tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat rasa-rasanya sih untuk menahan terus harga BBM seperti sekarang, feeling saya (tidak kuat). Ini tidak sehat. Mohon pengertian baiknya," terang dia dalam konferensi pers Jumat (12/8).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun mengakui bahwa rencana kenaikan BBM Pertalite memang sedang dibahas lintas Kementerian terkait.

"Lagi dibahas (harga Pertalite)," ujar Arifin singkat saat ditemui di Gedung DPR RI usai Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8).

Tetapi, Airlangga memastikan pemerintah mempertimbangkan banyak faktor sebelum mengambil keputusan soal kenaikan harga Pertalite dan Solar. Pertama, soal potensi kenaikan inflasi. Kedua, dampaknya ke pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, kebutuhan kompensasi yang diperlukan sebagai bantalan sosial (bansos) untuk membantu masyarakat yang terimbas kenaikan harga BBM.

"Terkait dengan BBM, pemerintah sekarang memang sedang mereview kebutuhan akibat kenaikan harga baik dari sisi volume maupun kebijakan selanjutnya. Dari kajian, pemerintah menghitung potensi kenaikan inflasi dan efek ke PDB ke depan," imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai belum waktunya bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM Pertalite. Sebab, ia menilai sekecil apapun nominal kenaikannya sudah pasti akan menambah beban inflasi.

"Saya rasa belum saatnya, karena kita tahu pemerintah masih punya opsi untuk menanggung beban kenaikan harga Pertalite mengingat ruang fiskal sebetulnya masih mampu untuk menanggung beban kenaikan harga minyak," ujarnya kepada CNNIndonesia.

Menurutnya, tanpa ada kebijakan kenaikan harga Pertalite saja, inflasi Indonesia hampir tembus 5 persen atau 4,94 persen pada Juli 2022 akibat kenaikan harga pangan. Jika harga Pertalite, maka sudah pasti inflasi akan melompat lebih tinggi dari saat ini.

"Karena tanpa kebijakan menaikkan Pertalite saja kita melihat angka inflasi sudah berada pada level yang relatif tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan tahun lalu angka inflasi tahun ini sudah melebihi ekspektasi target inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah di sepanjang 2022," terang dia.

Oleh karenanya, ia menilai jika pun kebijakan kenaikan harga Pertalite harus diambil, maka sebaiknya dilakukan secara hati-hati.

"Dalam skenario paling ekstrim, saya kira jika pemerintah tetap ingin menaikkan harga BBM sudah pasti idealnya dilakukan secara bertahap, secara perlahan agar tidak memantik inflasi melonjak ke level yang relatif tinggi secara singkat," jelasnya.

Sebab, jika dinaikkan secara langsung, misalnya menjadi Rp10 ribu per liter, maka bisa memberikan andil ke inflasi 5 persen-6 persen sepanjang tahun, hanya untuk komoditas ini saja.

Selain itu, kenaikan harga dikhawatirkan akan memberikan efek ke daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

"Pada titik yang sangat ekstrem saya pikir ini juga akan ikut mendorong tingkat kemiskinan terutama pada data untuk September nanti. Karena sekali lagi kita tahu inflasi, terutama yang disumbang dari kenaikan harga BBM bisa memberikan efek ke kenaikan harga komoditas lain," ungkapnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat sama. Ia bilang bahwa kenaikan harga Pertalite bukan solusi yang tepat.

Menurutnya, menaikkan harga Pertalite memang akan meringankan beban APBN, tetapi di sisi lain pemerintah juga wajib meningkatkan dana belanja sosial sebagai kompensasi kepada orang miskin dan rentan miskin atas naiknya harga BBM subsidi.

"Jadi, ini ibarat hemat di kantong kanan, tapi keluar dana lebih besar di kantong kiri," tutur dia.

Daripada menaikkan harga BBM subsidi, Bhima menyarankan pemerintah lebih memperketat penyalurannya saja, sehingga nanti yang mendapatkan adalah betul-betul masyarakat yang berhak.

"Karena masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5 persen. Di sisi yang lain, masyarakat masih belum pulih dari pandemi, terbukti ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, jam kerja dan gaji dipotong, hingga dirumahkan," jelasnya.

"Kalau ditambah kenaikan harga BBM subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat," imbuhnya.

Hal ini dinilai tak hanya berlaku bagi BBM subsidi Pertalite saja, tapi juga Solar. Sebab, ada 64 juta UMKM yang bergantung dari BBM solar.

"Pemerintah juga harus memikirkan efek ke UMKM, karena subsidi ini bukan hanya kendaraan pribadi tapi juga dipakai untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro, terutama solar," jelasnya.

Beberapa saran Bhima untuk menghemat keuangan negara, selain menaikkan harga BBM pertalite, yakni pertama, perketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.

Sebab, selama ini tingkat kebocoran masih terjadi, dan lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan BBM untuk kendaraan pribadi.

Kedua, mendorong pembangunan jaringan gas untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor LPG 3kg. Jaringan gas ini juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu.

Ketiga, menunda pembangunan proyek infrastruktur, dan mengalokasikan dana untuk menambah subsidi energi. Keempat, mengalihkan sebagian dana PEN untuk subsidi energi.

Kelima, menghemat belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan. Sebab, pemerintah dibekali dengan UU darurat keuangan, di mana bisa melakukan pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR.

"Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," pungkasnya.

[-]

(ldy/bir)

Sentimen: positif (94.1%)