Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Gunung, Karet, Jati, Cirebon
Tokoh Terkait
Wisata batik yang luput dari pemudik di Jalur Pantura
Elshinta.com Jenis Media: Nasional
Sejumlah pembatik cap yang sedang bekerja menyelesaikan satu pola kain batik. (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Elshinta.com - Mudik melewati Jalur Pantura yang rutenya amat panjang dan cukup menantang, membuat setiap pemudik lelah dan bosan.
Alih-alih mampir sebentar untuk berwisata, banyak orang memilih untuk melanjutkan perjalanan agar cepat sampai ke tempat tujuan. Hal-hal yang sedikit bisa menghibur diri adalah dengan meminum es kelapa dan menyantap seporsi mi instan atau mungkin tidur sambil menepikan kendaraan di pinggir jalan.
Sebenarnya pemudik bisa saja berhenti sebentar untuk berwisata di tepi Jalur Pantura. Ada satu tempat menarik bernama Kawasan Wisata Batik Trusmi, yang terletak di Jl. Syekh Datul Kahfi No.148, Weru Lor, Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Bila tempat wisata biasanya hanya menonjolkan satu atau dua hal unik di dalamnya, Kawasan Wisata Batik Trusmi yang bisa dikunjungi dari pukul 08.00 WIB hingga 21.00 WIB ini, justru membuat pengunjungnya kewalahan akan berbagai fasilitas yang ditawarkan. Rasa stres akibat panasnya jalanan, bisa terbayarkan dengan berpetualang di tempat itu.
Dari awal saja, para pengunjung akan disambut oleh sebuah gapura berwarna cokelat yang amat megah dan toko batik berjejer rapat di kedua sisi jalan.
Begitu memarkirkan kendaraan, wisata pertama yang ditawarkan adalah berbelanja batik. Batik Trusmi menyediakan banyak sekali model pakaian atau kain batik aneka warna dan motif yang pastinya cocok jadi oleh-oleh yang sangat berguna bagi keluarga.
Kisaran harganya pun tidak mahal, baju batik yang dijual dimulai dari kisaran harga Rp35 ribu. Sementara untuk kain batiknya dijual pada kisaran Rp60 ribu. Itu baru dari harganya, pilihan kainnya pun tersedia dari sarimbit, dobi, mega mendung, seragaman, hingga viscose.
Beberapa model baju yang dijahit di sana, bahkan sengaja dibuat supaya bisa dipakai serempak bersama keluarga atau pasangan. Jenis produk inilah yang dijadikan andalan, hingga berhasil menjadi produk paling digemari oleh para pembeli.
PR Batik Trusmi Asri Lisyana Zennita menimpali, meski harga yang ditetapkan murah, tiap kain yang digunakan untuk membuat pakaian dipersiapkan dengan bahan premium dengan motif yang tidak pasaran.
Hal ini dibenarkan oleh pemudik Abdul Azis, yang mengatakan tertarik datang kemari karena rekomendasi dari teman-temanya. Batik Trusmi menjadi salah satu objek kunjungan yang harus dikunjungi pemudik karena kekhasan batiknya yang berbeda dari daerah lain.
Kekhasan itu datang dari motif batik mega mendung, satu-satunya motif yang mengandung perpaduan budaya dan menjadi ciri khas batik Cirebon karena dipesan langsung Sunan Gunung Jati untuk mendapatkan hati Putri Ong Tien, seorang putri asal Negeri Panda kala itu.
Makanya, berbagai inovasi terus dilakukan, seperti dipadupadankan dengan kain jeans yang ditempelkan pada baju, celana, outer sampai tas jinjing, agar desain modelnya jauh lebih trendy.
Batik Trusmi juga menyediakan pilihan batik dari luar Kota Cirebon. Tujuannya supaya masyarakat memiliki lebih banyak pilihan tanpa perlu jauh-jauh mendatangi tempat aslinya.
“Kami ingin batik itu bisa dipakai sampai go international. Jadi batik harus dikenal bukan cuma untuk pergi kondangan saja. Harusnya batik bisa juga dipakai untuk nongkrong ngopi, jadi membuat batik terlihat modern tanpa menghilangkan budayanya,” ucap Zee.
Dalami dunia batik
Dikarenakan sejak awal berdiri mengusung tema “One Stop Shopping”, fasilitas wisata di Batik Trusmi tidak ada habisnya untuk dikupas. Kepuasan amat dijunjung tinggi di sana, sebab tak hanya berjualan baju batik, pengunjung bisa masuk ke Museum Trupark.
Museum itu merupakan wahana baru yang mungkin baru berdiri dua tahun lalu. Di sini pengunjung diajak berkilas balik tentang kisah berdirinya Batik Trusmi melalui deretan foto-foto hitam putih yang digantung di dinding menggunakan bingkai berwarna hitam sederhana.
Salah satu area belajar batik di Museum Trupark milik Batik Trusmi. (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Tepat di depan deretan foto itu diletakkan setidaknya empat kain batik, yakni Batik Puger, Batik Soloan, Batik Sawat Rangduan dan Batik Lasem yang kini sudah tidak diproduksi lagi.
Menurut Supervisor Batik Trusmi Widi, pada zaman dahulu keempat batik itu dibuat dengan warna yang amat halus karena menggunakan pewarna alami. Namun jika dibuat pada masa kini, proses produksi bisa memakan waktu yang lebih lama dan menghambat distribusi karena pewarnaannya juga menggunakan campuran sedikit bahan kimia, supaya banyak kain bisa diselesaikan dalam satu waktu.
Kemudian supaya lebih mudah dipahami pengunjung, berbagai alat membatik, mulai dari pola batik cap, berbagai jenis canting, lilin batik, wajan, dingklik sampai gawangan dipamerkan dengan nuansa khas Jawa.
Masih dalam ruangan yang sama pengunjung dapat berswafoto ria bersama keluarga di sejumlah spot foto yang disediakan, misalnya pada ruang topeng khas Cirebon, ruang batik 3D hingga berfoto bersama tokoh wayang terkenal.
Selain itu pengunjung juga diajak mempelajari batik langsung dengan menggunakan canting dan pola yang disediakan.
Mempelajari kisah batik Nusantara tentunya akan membuat perut keroncongan, saking serunya. Tetapi tenang saja, pengunjung bisa membeli beraneka jenis oleh-oleh, seperti pie isi pisang atau apel, bolu batik dengan aroma yang amat wangi, hingga kerupuk “melarat” yang digoreng menggunakan pasir.
Sambil memilih, pastinya pengunjung bisa melihat secara langsung bagaimana proses kerupuk itu dibuat hingga matang. Toko batik ini pun sudah mempunyai fasilitas bernama Batik Kitchen yang menyediakan makanan khas Kota Cirebon, seperti empal gentong atau empal asem. Di sudut ruangan disediakan pula tiga kursi pijat untuk pemudik.
Pembatik lokal
Keseruan dari mengunjungi Kawasan Wisata Batik Trusmi lainnya adalah melihat dan berkenalan langsung dengan 17 orang pembatik serta tiga pengecap kain. Para pembatik itu mayoritas memang warga yang tinggal di Desa Trusmi, sebuah desa yang secara turun temurun menjadi pembatik.
Mereka bekerja di dalam sebuah ruangan luas yang menyebarkan diri menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama, yakni para pengecap, menempati sudut ruangan depan di dekat rak kain katun, dobi, dan viscose.
Pengecap bernama Soleh yang sedang mengecap pola pada kain dobi. (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Ketiga pengecap itu setidaknya sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun. Kata pengecap bernama Soleh, mereka bekerja dari hari Senin sampai Sabtu pada pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB.
Soleh mengatakan pengecap identik dengan cap berbagai pola, cetakan karet dan spidol. Kepada ANTARA ia memperlihatkan proses pembuatan kain batik cap, harus dimulai dengan menggambar garis terlebih dahulu.
Setelahnya, barulah pola cap yang sudah direndam ke dalam panci berisikan lilin mendidih berwarna hitam pekat ditempelkan pada kain, dengan maksud supaya corak lebih tersusun rapi dan menempel baik.
Di sudut ruangan lainnya ditempati oleh pembatik yang lihai mengukir macam-macam pola menggunakan canting. Pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dan kepercayaan diri karena pola yang diukir pastilah tidak akan sama antara satu dengan yang lainnya.
Barulah di tengah ruangan ditempati oleh pembatik cap. Erwati, seorang pembatik mengatakan dalam satu hari dirinya bisa membuat lima helai kain batik cap. Satu kain memakan waktu satu hingga satu setengah jam. Dengan durasi kerja mulai dari pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
Wanita itu bercerita sudah 30 tahun lamanya bekerja di Batik Trusmi, usai berhenti dari bangku sekolah dasar. Untungnya ia sudah mengantongi bakat membatik dari ibunya, sehingga pekerjaan itu tak sulit untuk dilakukan.
Pembatik bernama Linda ikut menambahkan per harinya ia sanggup mengerjakan lima sampai enam kain menggunakan cap. Meski baru merasakan bekerja selama setahun, kecintaannya pada batik sudah tumbuh sejak kecil.
Linda mengatakan setiap pulang sekolah, dibandingkan bermain, seperti anak-anak seusianya, ia memilih menemani sang ibu membatik sambil mempelajari pola demi pola.
Kecintaan pembatik lokal pada salah satu warisan budaya tak benda milik Indonesia yang diakui UNESCO itu, membuat Desa Trusmi masih lestari dan hidup berdampingan bersama kelompok masyarakat lainnya. Sambil mempelajari batik, tidak ada salahnya kalau pemudik mampir mengunjungi desa sambil mengucap doa untuk para leluhur desa yang dimakamkan di sana.
Menelusuri budaya sendiri memang lebih mengasyikkan jika dipelajari sambil bermain bersama keluarga. Tidak ada salahnya selain bersilaturahim melepas rindu, kita mengagendakan sebuah aktivitas yang tak biasa dengan mengajak keluarga untuk mendalami pengetahuan kebangsaan bersama-sama karena budaya, selalu mempunyai cara untuk memperkuat dan menyatukan setiap perbedaan yang ada.
Sentimen: positif (100%)