Ahli bandingkan tekanan yang diterima Dody dengan Richard Eliezer
Antaranews.com Jenis Media: Regional
Semua berawal dari pengakuan Dody yang tidak kuasa menolak perintah Teddy untuk membawa sabu dari Sumatera Barat (Sumbar) ke Jakarta.
"Pembelaan diri semacam ini diistilahkan sebagai 'superior order defence' (SOD). Pertanyaannya, seberapa meyakinkan SOD yang diajukan oleh DP? Sama persis dengan SOD yang diangkat Richard Eliezer?" kata Reza dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Reza, posisi tekanan yang diterima Dody tidak sama dengan Richard Eliezer. Hal itu mantan Kapolres Bukit Tinggi itu masih mempunyai kesempatan menolak perintah Teddy.
"Berbeda dengan Richard yang tidak kuasa menolak perintah Sambo untuk menembak rekannya, Yoshua Hutabarat," katanya.
. Ahli: Keterangan Linda merusak proses persidangan kasus Teddy Minahasa
Bahkan, kata Reza, Dody sempat mengaku menolak perintah Teddy lewat pesan singkat WhatsApp di depan majelis hakim.
Itu semua memperlihatkan betapa klaim Dody Prawiranegara (DP) tentang SOD terlihat mengada-ada. Karena itu, pengujian setop sampai di sini.
"DP tidak patut berlindung sebagaimana Eliezer, karena situasi DP kontras dengan situasi Eliezer, titik," katanya.
Selain itu, Reza menilai tidak ada dampak ancaman ataupun hukuman yang akan diterima Dody kalau membantah perintah Teddy.
. Jaksa tolak pledoi Dody atas kasus sabu milik Teddy Minahasa
Justru Doddy tidak mendapatkan hukuman apapun saat menyampaikan ketidakberaniannya membawa sabu dari Sumatera Barat menuju Jakarta.
"Faktanya, saat DP menjawab 'Siap, tidak berani Jenderal...????', TM tidak menjatuhkan sanksi apapun kepada DP," katanya.
Begitu pula ketika DP kembali berseberangan dengan atasannya di Bukittinggi. "Lagi-lagi tidak ada konsekuensi buruk yang DP alami," kata Reza.
Atas dasar ini, Reza menilai tekanan yang diterima Dody tidak berat dan tidak layak dijadikan pertimbangan untuk membuatnya lepas dari jeratan hukum.
Dody merasa menyesal sudah menuruti perintah Teddy yang jelas-jelas melanggar undang-undang pemberantasan narkotika itu.
Dalam pledoinya, Dody juga mengaku tidak pernah sekalipun terlibat sebagai kurir sabu selama bertugas sebagai anggota Polri.
. Doddy Prawiranegara dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar
Dia justru mengklaim telah mendapatkan banyak penghargaan atas pengungkapan kasus kriminal terutama peredaran narkoba selama bertugas sebagai polisi.
Dengan adanya kejadian ini, dia merasa tercoreng dan seluruh reputasi yang dia bangun sebagai polisi hancur.
"Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa apakah saya rela merusak karir dan pengabdian terbaik yang sudah diberikan dengan cara menjual narkoba sitaan?," kata dia.
Dody dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda sebesar Rp2 miliar.
"Menjatuhkan pidana terdakwa Doddy Prawiranegara selama 20 tahun dan denda sebesar dua miliar rupiah subsider 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan," kata tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Iwan Ginting SH saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (27/3).
. Lemkapi usul percepat sidang kode etik Irjen Teddy Minahasa
Dody dituntut hukuman tersebut karena dinilai terbukti melanggar ketentuan berupa Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Ada beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Doddy menurut JPU. Salah satu yang memberatkan adalah Doddy mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum lantaran terlibat dalam kasus narkoba.
Sedangkan yang meringankan, yakni Doddy dianggap mengakui seluruh perbuatannya dan bersikap baik dalam persidangan.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2023
Sentimen: negatif (100%)