Sentimen
Negatif (99%)
7 Apr 2023 : 06.12

Mencari Alasan Sineas Memilih Film Dokumenter

7 Apr 2023 : 13.12 Views 1

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Hiburan

Mencari Alasan Sineas Memilih Film Dokumenter
Jakarta, CNN Indonesia --

Film dokumenter dikenal luas memiliki pasar yang tak sebesar film-film fiksi apalagi blockbuster macam film superhero. Namun sejumlah sineas masih memilih film dokumenter untuk mewujudkan visi kreatif mereka.

Ada banyak alasan mengapa seorang sineas bisa memilih jenis film yang pasarnya kecil dan dianggap "berat" tersebut. Menurut akademisi film Institut Kesenian Jakarta, Satrio Pamungkas, intuisi adalah jawaban utamanya.

"Kalau menurut pandangan saya itu intuisi sih. Jadi intuisi dari si kreator dan intuisi itu peka terhadap sebuah kondisi sosial yang terjadi," kata Satrio saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu. "Itu berarti kepekaan dari si kreator melihat sudut pandang lain terhadap keadaan itu semua, baik budaya, sosial, politik, alam,"

-

-

"Uniknya dokumenter adalah sudut pandang. Itu yang membuat sebuah dokumenter menjadi lebih berkualitas atau tidak, itu dari sudut pandang si kreator atau filmmaker," kata Satrio.

Satrio menyebut, sudut pandang dari sineas penggarap inilah yang membuat sebuah karya dokumenter memiliki ciri khasnya sendiri. Masing-masing sudut pandang dan karakter sineas membuat film dokumenter memiliki keberagaman yang tinggi.

Apalagi, tujuan utama dokumenter dijabarkan Satrio adalah memberikan sebuah sudut pandang lain dari pandangan umum atas suatu hal.

"Dokumenter itu menawarkan cara pandang lain dan membuka cara berpikir lain dari cara pandang umum. Kalau dokumenter memperlihatkan sebuah cara pandang yang sama dengan umum, itu tidak akan menjadi sebuah dokumenter yang menarik," kata Satrio.

Secara khusus, sejumlah sineas memiliki kisahnya masing-masing saat memutuskan membuat film dokumenter. Berikut kisah mereka saat disambangi CNNIndonesia.com dalam kesempatan berbeda-beda.

Amelia Hapsari pernah membuat sejumlah film dokumenter sebelum dirinya diajukan oleh komunitas sineas dokumenter Asia Tenggara untuk menjadi anggota the Academy of Motion Pictures Arts and Sciences (AMPAS). (Dok.Pribadi)
Amelia HapsariJuri Academy Awards dan Sutradara Fight Like Ahok (2012)

Amelia Hapsari pernah membuat sejumlah film dokumenter sebelum dirinya diajukan oleh komunitas sineas dokumenter Asia Tenggara untuk menjadi anggota the Academy of Motion Pictures Arts and Sciences (AMPAS).

Beberapa di antara karya Amelia adalah Fight Like Ahok (2012) dan Rising from Silence (2016).

Amelia mengaku bahwa semula ia tertarik dengan film dokumenter adalah pada masa reformasi. Ia sadar bahwa ada banyak cerita yang disampaikan ke publik sudah direkayasa sedemikian rupa.

Hingga ketika dirinya terjun sendiri menggarap film dokumenter, nyatanya ada beberapa hal yang mendasari keputusan Amelia Hapsari menggarap dokumenter.

"Mungkin ada dua hal, satu karena kepepet," kata Amelia Hapsari.

"Kepepet" yang dimaksud olehnya adalah semasa dirinya aktif menggarap dokumenter adalah ia tak memiliki banyak akses dan kolega untuk mengerjakan hal tersebut, karena ia berkuliah di luar negeri dan kerap berpindah antar negara.

"Jadi yang bisa dilakukan kalau [situasinya] agak sendirian itu [ya] film dokumenter, jadi itu [maksudnya] segi kepepet," kata Amelia.

"Medium yang tidak harus krunya banyak, memungkinkan bisa eksplor suatu isu meskipun cuma satu atau dua orang saja, itu sisi kepepetnya," lanjutnya.

"Sisi lainnya, ya ternyata saya suka. Saya suka melihat hal-hal yang tidak banyak terekspos, ternyata saya menemukan kegembiraan ketika menyelami kehidupan-kehidupan yang dulunya tidak saya ketahui," kata Amelia Hapsari.

[Gambas:Youtube]

Jay SubyaktoPenulis dan Sutradara Banda the Dark Forgotten Trail (2017)

Terkenal kerap menjadi pengarah pertunjukan hingga sutradara iklan, Jay Subyakto juga memiliki film dokumenter soal sejarah Indonesia yang hingga kini masih tayang di Netflix.

Banda the Dark Forgotten Trail (2017) merupakan film dokumenter pertama Jay Subiakto yang langsung mendapatkan Piala Maya sebagai Film Dokumenter Panjang Terpilih 2017 dan nominasi Piala Citra kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik.

"Jadi saya mau bahwa dengan dokumenter, kita jangan melakukan kesalahan lagi dengan mengetahui sejarah," kata Jay Subyakto soal alasan dirinya membuat Banda the Dark Forgotten Trail.

"Sekarang banyak orang yang alpa dengan sejarah. Generasi muda kita banyak sekali yang tidak tahu tentang sejarah Indonesia. Tidak usah yang 350 tahun, yang tahun 1998 saja ketika reformasi mereka sudah tidak tahu," lanjutnya.

Namun ada alasan lebih personal mengapa Jay Subyakto memilih sejarah yang berkaitan dengan Banda. Hal itu tak lepas dari pengaruh mendiang pamannya, Muhammad Hatta alias Bung Hatta.

lanjut ke sebelah...

Alasan Para Sineas Mewujudkan Film Dokumenter BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Sentimen: negatif (99.2%)