Sentimen
Positif (66%)
6 Apr 2023 : 22.45
Tokoh Terkait

Membuka Layar Lebih Lebar untuk Film Dokumenter

7 Apr 2023 : 05.45 Views 1

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Hiburan

Membuka Layar Lebih Lebar untuk Film Dokumenter
Jakarta, CNN Indonesia --

Beberapa waktu terakhir, film dokumenter sukses menarik perhatian masyarakat. Sebut saja The Tinder Swindler dan Downfall: The Case Against Boeing yang jadi trending di media sosial.

Sebelumnya juga beberapa film jadi buah bibir. Misalnya Sexy Killers (2019) dan The EndGame (2021) yang digarap oleh WatchDoc, atau Fyre (2019) yang menyoroti kasus kegagalan festival musik dan dianggap penipuan.

Seiring dengan perkembangan teknologi digital dalam perfilman dan media sosial, film dokumenter agaknya semakin menarik minat masyarakat, yang tentunya menjadi angin segar bagi jenis film 'sepi penonton' ini.

-

-

Film dokumenter selalu dikaitkan dengan penonton yang spesifik dan kalah populer dibandingkan jenis lainnya seperti drama, fiksi, atau horor.

Menurut Akademisi Film Institut Kesenian Jakarta, Satrio Pamungkas, minat rendah terhadap dokumenter karena menganggap film jenis ini sebagai "buku yang berat".

"Masih banyak juga cara pandang yang melihat bahwa dokumenter itu adalah sesuatu hal yang sangat membosankan dan melelahkan ketika menontonnya," kata Satrio kala berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

"Karena karakter common sense kita itu tidak suka hal yang terlalu berat," katanya.

Beberapa waktu terakhir, film dokumenter terus menarik perhatian masyarakat. Sebut saja The Tinder Swindler. (dok. Netflix)

Anggapan itu mungkin wajar adanya, mengingat film dokumenter sebenarnya berisi sudut pandang baru atas sebuah peristiwa, atau merekam kejadian yang sesungguhnya terjadi. Film dokumenter pun pernah menjadi alat propaganda.

Namun kini, dokumenter turut menjadi sarana menguak permasalahan sosial hingga kriminal yang terjadi di masyarakat umum. Bukan hanya sekadar aktivitas satwa atau soal kebudayaan tradisional di sebuah tempat.

Apalagi, sebenarnya film dokumenter begitu beragam. Tak terhitung jumlah film dokumenter yang dibuat di dunia ini, mulai dari karya sineas amatir hingga mereka yang sudah memiliki nama.

Mereka pun masih banyak yang punya keinginan membuat dokumenter dan merekam begitu banyak kisah spesial terkait kehidupan manusia.

"Kenapa dokumenter? Karena kami anggap ini dua kombinasi dari sisi visual dan sisi konten yang bisa dikawinkan. Kontennya mungkin perlu dalam dan mungkin dianggap berat dibandingkan dengan konten hiburan," kata Dandhy Laksono.

"Kalau dikemas dalam bentuk jurnalistik atau magazine atau depth reporting mungkin agak membosankan dan kalah bersaing dengan tontonan audio visual yang lain," lanjutnya.

Di sisi lain, film dokumenter pula yang membuat Indonesia, untuk pertama kali dalam sejarah, memiliki perwakilan dalam the Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS) alias sebagai juri ajang Piala Oscar, melalui Amelia Hapsari.

Dengan beragam cerita spesial yang ada dalam film dokumenter alih-alih sekadar "film berat", sudah waktunya membuka layar lebih lebar untuk film ini.

Film dokumenter bukan hanya sekadar tontonan untuk segolongan penonton film. Dokumenter, dengan beragam cerita dan kisah juga rupa di dalamnya, perlu diberi kesempatan untuk dilihat lebih dalam.

Sedikit di antara upaya mengenalkan dokumenter itu adalah melalui Fokus edisi Februari kali ini yang bertajuk: Secuplik Cerita Film Dokumenter.

Tentu masih banyak cerita-cerita film dokumenter dan sienas-sineasnya yang bertebaran di luar sana. Meski begitu, semoga secuplik cerita-cerita ini bisa mengenal lebih dekat pada 'hidden gem' perfilman ini.

(Tim/end)

[-]

Sentimen: positif (66.6%)