Sentimen
Negatif (87%)
6 Apr 2023 : 12.25
Tokoh Terkait

Pengakuan 2 Siswa SMP Terakhir Sekolahnya Mau Tutup Gegara Resesi Sex

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

6 Apr 2023 : 12.25
Pengakuan 2 Siswa SMP Terakhir Sekolahnya Mau Tutup Gegara Resesi Sex
Jakarta -

Tingkat kelahiran di Jepang terus mengalami penurunan. Akibatnya banyak sekolah kekurangan murid baru setiap tahunnya. Bahkan sejumlah sekolah di Jepang terpaksa harus gulung tikar karena tidak ada murid baru.

Hal ini seperti yang diceritakan oleh dua pelajar SMP asal Jepang yang sekolahnya terpaksa harus tutup usai mereka lulus dari tempat itu. Kedua siswa tersebut adalah Eita Sato dan Aoi Hoshi.

Keduanya adalah lulusan terakhir SMP Yumoto yang terletak di Ten-ei, Prefektur Fukushima, Jepang. Sekolah tempat kedua siswa menimba ilmu itu akan segera ditutup. Padahal sekolah ini berdiri di wilayah itu sejak 76 tahun yang lalu.

-

-

"Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut," kata Eita, sebagaimana dikutip detikcom dari Aljazeera, Kamis (6/4/2023).

Perlu diketahui bahwa saat ini Jepang tengah dilanda resesi sex luar biasa. Akibatnya angka kelahiran di Negeri Sakura itu terus mengalami penurunan. Sepanjang 2022 kemarin saja, angka kelahiran di Jepang tidak lebih dari 800.000 jiwa.

Hal ini tentu memberikan pukulan telak bagi sekolah-sekolah kecil yang terletak di kota-kota kecil maupun pedesaan. Bahkan menurut data pemerintah Jepang, sekitar 450 sekolah terpaksa harus ditutup setiap tahun karena kekurangan anak-anak.

Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sudah menutup 'gerbang' mereka secara permanen, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk menarik penduduk baru dan lebih muda.

"Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama," kata ibu Eita, Masumi, yang juga lulusan SMP Yumoto.

Sebagai informasi, Ten-ei merupakan sebuah desa dengan penduduk di bawah 5.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10 persen warganya yang berusia di 18 tahun. Karenanya saat ini tidak ada banyak siswa yang bersekolah di wilayah itu.

Eita dan Aoi merupakan penduduk muda 'terakhir' yang berada di wilayah itu. Hal ini tentu saja menjadi keprihatinan sendiri bagi mereka.

Bahkan Aoi yang bercita-cita ingin menjadi guru taman kanak-kanak di kampung halamannya mengaku tidak tahu apakah ke depannya masih akan ada anak-anak di wilayah itu untuk kelak ia didik. "Saya tidak tahu apakah akan ada anak di desa saat saya menjadi guru," kata Aoi.

(fdl/fdl)

Sentimen: negatif (87.7%)