Konstelasi satelit Starlink yang diterbangkan oleh perusahaan milik Elon Musk, SpaceX, telah menyediakan layanan internet di berbagai negara termasuk Indonesia. Akan tetapi sudah cukup lama keberadaan satelit ini, yang jumlahnya ribuan di orbit rendah Bumi, membuat berang ilmuwan.

Menurut ilmuwan dalam studi terbaru, larangan megakonstelasi satelit ketinggian rendah seperti Starlink Elon Musk harus dipertimbangkan untuk mengurangi polusi cahaya dan mempertahankan kemampuan kita untuk mempelajari langit.

Dalam serangkaian makalah dan opini yang diterbitkan jurnal Nature Astronomy, para ilmuwan telah membunyikan alarm tentang langit malam yang dipenuhi cahaya satelit, sehingga menghalangi pengamatan ke bintang dan obyek antariksa lainnya.

-

-

"Terkait manfaat dan kerugian langsung atau jangka panjang bagi masyarakat, dan terlepas dari popularitas megakonstelasi satelit, kita tak boleh menolak kemungkinan untuk melarangnya. Sebaliknya, kami percaya bahwa dampak dan risikonya terlalu tinggi untuk dikesampingkan," tulis mereka.

Tim tersebut mengatakan bahwa tidak mungkin pihak-pihak yang berkontribusi terhadap polusi cahaya akan mengatur dirinya sendiri. Maka kebijakan tegas perlu diberlakukan.

"Tiap kali beberapa masalah kesehatan atau lingkungan muncul dan mulai dibahas dalam literatur ilmiah, 'mesin keraguan' digunakan para pencemar untuk menghentikan atau setidaknya menunda selama bertahun-tahun atau dekade, adopsi tindakan pencegahan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan," tulis Fabio Falchi, dari Institut Sains dan Teknologi Polusi Ringan di Italia.

"Menurut pendapat saya harus ada batas jumlah total satelit di orbit rendah, dan jumlahnya saat ini mungkin sudah terlalu tinggi," kata Falchi. Dikutip detikINET dari Guardian, banyaknya satelit seperti Starlink harus dibayar mahal di mana iluminasi satelit buatan dan sampah antariksa oleh matahari, telah meningkatkan kecerahan langit malam.

Simak Video "China Bakal Luncurkan Satelit Relai ke Sisi Terjauh Bulan"
[-]
(fyk/afr)