Pengamat: RUU Omnibus Law Kesehatan Masih Perlu Perbaikan
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan telah disahkan sebagai inisiatif DPR pada Februari 2023 lalu. Selanjutnya, RUU Omnibus Law Kesehatan ini akan memasuki tahapan pembahasan di DPR dengan melibatkan perwakilan pemerintah yang ditunjuk oleh presiden.
Dalam perjalanannya, RUU ini menuai banyak kritik dan penolakan dari berbagai pihak di sektor kesehatan. Misalnya, RUU ini didemo oleh ratusan dokter dan organisasi profesi kesehatan.
Pada demo tersebut, para dokter dan anggota organisasi profesi kesehatan menilai ada hal yang dapat merugikan masyarakat, seperti proses yang tidak transparan, tidak ada naskah akademik, dan ada upaya liberalisasi sektor kesehatan nasional, termasuk penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR).
Buka Ruang DiskusiPendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih mengatakan, walaupun saat ini Kementerian Kesehatan sudah mulai membuka ruang diskusi terkait RUU Omnibus Law Kesehatan, masukan dari publik dapat dipertimbangkan sebagai bentuk perbaikan.
“Kami menyambut baik langkah Kemenkes (Kementerian Kesehatan) membuka ruang diskusi dan dialog tentang RUU Kesehatan melalui public hearing. Namun, pembahasan yang cenderung terburu-buru membuat banyak pasal perlu diperbaiki. Kami melihat RUU ini masih menyisakan banyak ruang perbaikan,” kata Diah Saminarsih di Jakarta, Kamis (23/03/2023).
Salah satu isu yang menjadi sorotan CISDI dalam RUU Omnibus Law Kesehatan adalah definisi masyarakat rentan yang masih terlalu sempit. Adapun definisi masyarakat rentan dalam naskah RUU Kesehatan terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia. "Padahal catatan CISDI melihat bahwa kerentanan adalah sesuatu yang luas dan memiliki sifat interseksional yang besar," ujar Diah.
Sentimen: positif (98.4%)