Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Brand/Merek: Coca Cola
Grup Musik: APRIL
Institusi: Universitas Hasanuddin
Kab/Kota: New York
Tokoh Terkait
Saat Pak Guru Sukses Jadi 'Raja' Bir RI
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Saat masih berusia di bawah 10 tahun dan menempuh Sekolah Dasar (SD), Tanri Abeng terpukau dengan cara gurunya mengajar. Sejak itulah dia tergila-gila dengan profesi guru dan ingin seperti itu.
Cita-cita itu kemudian baru terealisasi saat kuliah di Universitas Hasanuddin. Dalam 50 Years Lessons (2019), Tanri cerita saat tahun pertama kuliah-lah dia mulai menjadi guru, tepatnya mengajar Bahasa Inggris. Pekerjaan sampingan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup di Makassar.
Namun, pekerjaannya sebagai guru tak berlangsung lama. Dia diharuskan pergi ke Amerika Serikat untuk berkuliah di New York. Di New York dia belajar manajemen di State University of New York hingga lulus pada 1968.
Dalam Apa dan Siapa yang ditulis Tempo, setelah mendapat gelar Master of Business Administration, takdir membawa Tanri tak menjadi guru melainkan pindah profesi menjadi manajer perusahaan multinasional, Union Carbide Corp,lewat proses management trainee. Profesi ini ditekuninya selama bertahun-tahun hingga mencatatkan diri sebagai manajer termahal di Indonesia.
Setelah sukses di perusahaan tersebut, pada April 1980 Tanri menjadi Presiden Direktur PT Bir Indonesia yang berada di bawah jaringan perusahaan bir asal Belanda, Heineken. Sesuai namanya, perusahaan ini fokus pada produksi minuman keras, yakni bir bermerek Bintang.
Tugas Tanri di sana sangat berat. Dia harus mampu menggenjot produksi bir dan mengalahkan pesaingnya, PT Delta Jakarta yang melahirkan Anker Bir. Masalahnya, pasar bir di Indonesia sangat fluktuatif dan penuh tekanan. Masyarakat yang mayoritas beragama Islam jelas tidak menerima keberadaan minuman keras di tengah-tengah mereka.
Mengutip buku Rintisan Bisnis Tanri Abeng oleh Pusat Data dan Analisa Tempo, sebetulnya Tanri tidak ambil pusing terhadap tekanan itu. Dia tak ingin memperdebatkan bir dari sudut pandang bukan bisnis.
Maka, dia pun tetap optimis mencapai itu semua. Dia sangat yakin konsumsi bir Indonesia akan meningkat seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk mencapai itu, dia melakukan pembenahan internal perusahaan. Tanri membiasakan rapat manajer tiap senin untuk menghasilkan decision making process. Selain itu, dia juga memangkas jaringan distributor, dari 118 menjadi 12.
Tak hanya itu, belum setahun menjadi dirut, dia berani mengambil alih lisensi pembuatan bir hitam dari PT Guinness Indonesia dan membeli semua kekayaan dan usaha PT Brasseries de L'Indonesie di Medan pada 1981.
Dan yang terpenting, untuk merubah citra negatif perusahaan, Tanri memutuskan mengubah nama perusahaan menjadi PT Multi Bintang Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kalau perusahaannya tidak hanya memproduksi bir.
Dalam rencana, perusahaan awalnya akan memproduksi 90% minuman beralkohol rendah dan 10% minuman ringan, seperti Coca-cola. Namun, seiring waktu persentase ini akan berubah menjadi 50:50.
Masih mengutip Rintisan Bisnis Tanri Abeng, seluruh produksi bir pun tidak masuk seluruhnya ke pasar Indonesia. Akibat tekanan tinggi di dalam negeri, birnya pun dialihkan ke luar negeri. Bintang mengubah diri dari kemasan beling menjadi kaleng yang membuatnya lebih mudah dibawa untuk diekspor.
Cara ini terbukti efektif menghasilkan pundi-pundi uang bagi PT Multi Bintang Indonesia. Pada 18 Desember 1981, PT Multi Bintang Indonesia berani menginjakkan kaki di bursa efek dengan kode emiten MLBI. Keputusan untuk Initial Public Offering (IPO) adalah langkah berani karena pada saat itu bursa saham masih asing di masyarakat Indonesia.
Dalam buku Apa dan Siapa oleh Tempo, tak lama setelah IPO, MLBI beromset Rp 36 milyar, dengan laba Rp 4 milyar. Dua tahun kemudian saat dunia dilanda resesi, MLBI justru mendapat untung sebesar Rp 7 milyar. Lalu pada 31 Desember 1984, perusahaan mendapat laba bersih Rp 6,21 milyar.
Tangan dingin Tanri di MLBI menjadikannya terkenal. Hingga akhirnya pada 1991, Tanri keluar jadi dirut MLBI dan pindah menjadi CEO Bakrie & Brothers milik Aburizal Bakrie. Di tangan Tanri pula, Bakrie melesat menjadi perusahaan papan atas.
Kepiawaian Tanri lantas membuatnya dipercaya Presiden Habibie menjadi menteri BUMN pada 1998-1999. Barangkali ini menjadi pengabdian tertinggi pria yang lahir pada 7 Maret 1942, tepat hari ini 81 tahun lalu.
[-]
(mfa/mfa)
Sentimen: positif (66%)