Balik Melemah, Rupiah Gagal Cetak Hat-trick!
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah gagal mencatat hat-trick alias penguatan tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (2/2/2023). Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,3% ke Rp 15.275/US$.
Tekanan datang dari yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun yang terus menanjak hingga ke atas 4%. Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi dalam negeri yang tentunya bisa memberikan tekanan bagi rupiah.
Semakin tinggi yield Treasury maka risiko capital outflow semakin besar. Terbukti, sepanjang Februari hingga tanggal 27 aliran modal keluar mencapai Rp 6 triliun. Padahal pada Januari terjadi inflow nyaris Rp 50 triliun.
Sebelumnya, rupiah sukses menguat dua hari beruntun setelah mendapat sentimen positif dari dalam dan luar negeri. Sektor manufaktur Indonesia yang masih menunjukkan ekspansi moderat serta inflasi yang terjaga menjadi sentimen positif bagi rupiah.
S&P Global hari ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Februari sebesar 51,2. Meski masih berekspansi (angkat di atas 50) tetapi menurun tipis dari bulan sebelumnya 51,3.
Namun, ada beberapa catatan positif dari rilis tersebut. Permintaan dari dalam negeri dilaporkan semakin membaik yang membuat sektor manufaktur terus berekspansi secara moderat. Kemudian masalah rantai pasokan mulai teratasi serta tekanan inflasi mereda.
"Beberapa aspek positif dari rilis PMI terbaru yakni masalah rantai pasokan yang mulai teratasi. Suplier mengirimkan barang dalam waktu yang lebih singkat, ini menjadi yang pertama dalam satu tahun terakhir. Kenaikan biaya produksi juga mulai melandai, keduanya merefleksikan tekanan harga dari sisi supply yang menurun," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director di S&P Global Market Intelligence dalam rilisnya hari ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Februari tumbuh 5,47% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,28%.
Sementara itu inflasi inti kembali menurun menjadi 3,09% (yoy), berdasarkan laporan BPS. Angka itu menjadi yang terendah sejak September tahun lalu.
"Tekanan inti masih dianggap moderat," kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Rabu (1/3/2023).
BPS mengungkapkan penurunan inflasi inti ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan.
Sementara itu China melaporkan ekspansi sektor manufaktur pada Februari menjadi yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir. Hal ini tentunya menjadi kabar bagus, sebagai tujuan ekspor utama Indonesia kebangkitan ekonomi China tentunya juga akan mengerek perekonomian dalam negeri.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ke atas 5% jika perekonomian China bangkit.
"Prospek ekonomi Indonesia baseline kami 4,9% dengan China lebih baik bisa 5% - 5,1%," ungkap Perry dalam acara Economic Outlook 2023 dengan tema "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[-]
-
Video: Masih Terpuruk, Rupiah Bisa Tembus Rp 16.000/USD?
(pap/pap)
Sentimen: negatif (99.2%)