Ombudsman Duga Menteri Pertanian Lalai Kendalikan PMK
CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Pejabat Otoritas Veteriner dan kepala daerah dalam pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak.
Hal itu dikarenakan penanganan PMK yang tidak sesuai dengan tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan dua provinsi sebagai wabah PMK dan melakukan penguncian wilayah (lockdown) pada 9 Mei 2022. Kemudian, DPR telah menyetujui usulan anggaran Kementan untuk menangani wabah PMK sebesar Rp4,1 triliun
Namun, Ombudsman berpendapat langkah tersebut belum melewati tahap kajian epidemiologis seperti yang diatur dalam aturan yang berlaku.
"Kami belum menemukan dasar dari rencana kerja ini. Setelah kami telusuri, hasil epidemiologis belum ada. Pemeriksaan dan pengujian baru di daerah tertentu saja. Kok bisa sampai membuat perencanaan seperti ini," ungkap anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers, Rabu (15/6).
"Akan sangat ironis jika kondisi yang luar biasa ini ternyata dibumbui kepentingan-kepentingan yang tidak patut," lanjutnya.
Ombudsman memaparkan tahapan pertama yang harus dilakukan dengan melakukan surveilans oleh otoritas veteriner. Kemudian, melakukan penyidikan yang juga dilakukan Otoritas Veteriner.
Lalu, melakukan pemeriksaan dan pengujian oleh laboratorium veteriner yang terakreditasi. Dari tahap ini, jenis dan asal virus dapat ditentukan. "Dari situ baru kepala daerah baru bisa melakukan peringatan dini," terang Yeka.
Langkah selanjutnya adalah melakukan kajian epidemiologis oleh otoritas veteriner kabupaten/kota, provinsi, dan kementerian. Setelah itu, menteri menetapkan jenis status penyakit hewan.
Tak cuma itu, Ombudsman juga menilai pemerintah lamban dalam mengendalikan PMK, sehingga membuat PMK semakin menyebar luas dan mengakibatkan kematian ternak.
"Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi ternak. Lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi peternak," ujar Yeka.
Ombudsman juga menyebut potensi kerugian peternak akibat PMK mencapai Rp254,4 miliar dalam kurun waktu 1 bulan 3 minggu sejak PMK pertama kali diumumkan.
Potensi kerugian berasal dari 113.584 sapi sakit yang taksiran kerugiannya sebesar Rp59,79 miliar, sapi sembuh yang mengalami penurunan produktivitas akan mengalami penurunan harga hingga taksiran kerugian sebesar Rp174,33 miliar.
Kemudian, 1.093 sapi potong bersyarat yang mengakibatkan potensi kerugian Rp6,56 miliar dan 765 ekor sapi mati dengan taksiran kerugian Rp13,77 miliar.
Karena itu, Ombudsman meminta Kementerian Pertanian bersikap profesional dan membangun koordinasi lintas stakeholder untuk menanggulangi PMK. "Serta terakhir Ombudsman menyarankan untuk membuat data yang transparan dan terpercaya. Jangan sampai di tengah dukanya peternak ada orang yang menari-nari," ujar Yeka.
CNNIndonesia.com mencoba untuk meminta tanggapan kepada Mentan Syahrul Yasin Limpo atas masalah yang disampaikan Ombudsman tersebut. Tapi, Syahrul belum memberikan responsnya sampai berita ini diturunkan.
[-]
(fby/bir)[-]
Sentimen: negatif (100%)