Jeng-jeng! PPATK Sebut KSP Indosurya Gunakan Skema Ponzi
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya menggunakan skema ponzi.
Skema ponzi sendiri merupakan skema yang biasanya digunakan oleh entitas investasi tak berizin. Skema ini merupakan praktik yang membayarkan keuntungan untuk investor dari uang sendiri atau dibayarkan oleh investor berikutnya. Bukan dari keuntungan yang diperoleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
"Ini memang alirannya sederhana. Skemanya secara keseluruhan ini skema ponzi. Secara keseluruhan ini saya sudah sampaikan juga kepada Menteri Koperasi, Pak Teten, Koperasi Indosurya ini memang skemanya ponzi," katanya, dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan PPATK, Selasa (14/2/2023).
Ivan sendiri mengakui bahwa kasus KSP Indosurya memang sangat massive, dengan angka yang luar biasa besar mencapai Rp 106 triliun. Pihaknya juga telah secara rutin menjalin komunikasi dengan pihak kejaksaan dan mengirimkan laporan analisa menyangkut kasus tersebut.
"Kami sudah beberapa kali kirim hasil analisis kepada kejaksaan terkait kasus Indosurya. Artinya, dalam perspektif PPATK memang terjadi pencucian uang," ujar Ivan.
"Angkanya memang luar biasa besar. Kami menemukan dari satu bank saja ada nasabah sekitar 40 ribu nasabah. Kita punya sekian puluh atau belasan bank. Kalau ditanya apakah ada aliran ke luar negeri, ya PPATK mengikuti aliran sampai ke luar negeri," tambahnya.
Lebih lanjut Ivan menjelaskan, sistem yang digunakan koperasi tersebut yaitu dengan menunggu modal baru masuk. Kesimpulan ini didapatkannya salah satunya karena tercatat banyak dana nasabah yang ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi.
"Karena banyak dana nasabah itu dipakai, ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi. Contohnya, dibelikan jet, dibayarkan yacht, lalu ada juga untuk kecantikan, operasi plastik, macem-macem. Artinya tidak murni dilakukan bisnis selayaknya koperasi," terangnya.
Di sisi lain, PPATK sendiri dari periode 2020-2022 telah menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari total 12 koperasi simpan pinjam, di antaranya termasuk Indosurya. Jumlah dananya pun fantastis.
"PPATK menemukan dari periode 2020-2022 saja ada 12 koperasi simpan pinjam dengan dugaan TPPU, termasuk yang sekarang ini (Indosurya). Jumlah dana secara keseluruhan melebihi Rp 500 triliun, kalau bicara kasus yang pernah ditangani, koperasi," katanya.
Dalam menangani perihal ini, pihaknya terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak antara lain Kementerian Sosial dan Kementerian Koperasi. Tidak hanya itu, PPATK juga telah menghentikan aktivitas transaksi para oknum sejak analisis digelar.
(das/das)Sentimen: positif (79.8%)