Bos The Fed Sebut Terjadi Disinflasi di AS, Maksudnya Apa Ya?
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) Jerome Powell kembali membetot perhatian pelaku pasar, karena pernyataannya. Terbaru, dia menyebut di Amerika Serikat (AS) saat ini sudah terjadi disinflasi. Lantas, apa maksud pernyataan bos The Fed tersebut?
Dalam pernyataannya Selasa waktu setempat, Powell menyebut bahwa proses disinflasi sudah dimulai. Disinflasi artinya laju kenaikan harga yang lebih rendah dari sebelumnya.
Di satu sisi, Powell menyebut bahwa kondisi pasar tenaga kerja masih terjadi di Negeri Paman Sam, sehingga dapat menghambat upaya Bank Sentral AS untuk menurunkan inflasi secara lebih cepat seperti yang diharapkan banyak investor.
Kepala Ekonom BCA David Sumual memandang, sepertinya terdapat perbedaan pendapat di dalam rapat FOMC Meeting.
"Ada yang melihat sektor tenaga kerja yang kuat sehingga perlu menaikkan bunga 50 bps lagi. Tapi ada yang melihat, seperti Jerome Powell yang melihat inflasi sudah terkendali," jelas David kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/2/2023).
Oleh karena itu, menurut David, The Fed masih akan menaikkan suku bunga lagi hingga 50 basis poin, dan setelah itu akan menghentikan suku bunga.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menahan kenaikan suku bunga kebijakan, karena melihat inflasi di Indonesia sudah mulai melandai.
"Kelihatannya bisa saja berhenti dulu (menaikkan suku bunga), tapi BI kelihatannya akan melihat perkembangan data terkini," jelas David.
"Masih perlu diwaspadai tekanan inflasi di sektor jasa dan masalah eksternal lain, seperti kebijakan The Fed dan kondisi geopolitik," kata David lagi.
Senada, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menjelaskan, The Fed sudah memiliki rencana kenaikan suku bunga dan sebagian besar sudah dilaksanakan.
Saat ini, kata Piter, suku bunga acuan The Fed yang mencapai 4,5% hingga 4,75% sudah sangat tinggi, dan Bank Sentral AS akan secara bertahap mengurangi kenaikan suku bunga acuan. dan memberikan perekonomian kembali tumbuh, tanpa khawatir kembali melonjaknya inflasi.
"Saya perkirakan dalam FOMC meeting, The Fed akan menaikkan suku bunga maksimum sebesar 25 bps, atau bahkan tidak menaikkan suku bunga acuan," jelas Piter.
Sebelumnya, hampir sama dengan pernyataannya pasca pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, Powell menyebut proses disinflasi sudah dimulai.
"Proses disinflasi, proses di mana inflasi mulai menurun sudah dimulai, dan ini dimulai dari sektor barang yang berkontribusi seperempat ke perekonomian. Tetapi jalan masih panjang, dan ini baru tahap paling awal" kata Powell sebagaimana dikutip CNBC International, Selasa waktu setempat.
Ketika inflasi mulai menurun, maka peluang suku bunga The Fed tidak lebih dari 5%, seusai prediksi dan keinginan pasar akan menjadi lebih besar. Hal ini juga bisa berdampak bagus ke negara lain, dan dunia tentunya.
Tetapi, Powell juga memberikan catatan suku bunga bisa lebih tinggi dari yang sebelumnya diprediksi jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.
"Kenyataannya kami bertindak berdasarkan data. Jadi jika kita terus melihat data, misalnya pasar tenaga kerja yang kuat atau inflasi yang kembali meninggi, itu akan membuat kami kembali menaikkan suku bunga dan bisa saja lebih tinggi dari yang diprediksi sebelumnya," ujar Powell.
Artinya, data inflasi AS yang akan dirilis Selasa depan akan menjadi perhatian besar, sebab data tenaga kerja masih sangat kuat. Meski demikian, untuk sementara pasar dibuat lega setelah Powell menyatakan inflasi sudah dalam proses menurun.
[-]
-
The Fed Agresif, Ekonom Proyeksi BI7DRR Akhir 2022 Bisa 4,5%(cap/cap)
Sentimen: negatif (100%)