Sentimen
Netral (100%)
8 Feb 2023 : 16.18
Informasi Tambahan

BUMN: PLN

Kasus: covid-19

PLN Pangkas Beban 'Take or Pay' Rp 40 Triliun, Apa Itu?

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

8 Feb 2023 : 16.18
PLN Pangkas Beban 'Take or Pay' Rp 40 Triliun, Apa Itu?
Jakarta -

Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkap, pihaknya berhasil memangkas beban 'take or pay' atau 'ambil atau bayar denda' sekitar Rp 40 triliun. Pemangkasan beban ini terjadi setelah berbagai langkah renegosiasi dilakukan.

Sebagaimana diketahui, skema take or pay yakni skema yang mewajibkan PLN untuk menyerap listrik yang diproduksi pembangkit swasta sesuai dengan kontrak. Jika tidak, maka PLN bisa mendapat pinalti.

"Sudah pak, sebagian bisa kita batalkan, kita kurangi, kemudian kita undur, kontraknya kita kurangi, yang kita sebut sebagai renegosiasi. Di mana kami berhasil mengurangi beban take or pay sekitar Rp 40 sekian triliun," kata Darmawan di Komisi VII DPR Jakarta, Selasa (8/2/2023).

-

-

PLN saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik atau oversupply. Ia pun menjelaskan awal mula terjadinya kelebihan pasokan listrik ini.

Terangnya, di tahun 2015 diperkirakan pertumbuhan permintaan listrik antara 7-8%. Angka itu mengacu pertumbuhan ekonomi yang diramal menembus angka 6,1%.

Dia menerangkan, secara historis jika pertumbuhan ekonomi 1% maka pertumbuhan listriknya sebesar 1,3%.

"Berbasis pada asumsi tersebut lah, dirancang penambahan atau ekspansi infrastruktur ketenagalistrikan yang berbasis pada satu, pertumbuhan ekonomi 6,1%, korelasinya 1,3%," katanya.

Seiring berjalannya waktu, korelasi pertumbuhan ekonomi dan permintaan listrik mengalami pergeseran. Pada saat pertumbuhan ekonomi berbasis e-commerce dan pariwisata, korelasi yang semula pada angka 1,3% mengalami penurunan di angka 0,86%. Artinya, jika pertumbuhan ekonomi 1% maka pertumbuhan permintaan listrik 0,86%.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang semula diprediksi tumbuh tinggi ternyata realisasinya lebih rendah.

"Selama 5 tahun kemarin terutama di Jawa korelasinya turun dari 1,3%, turun menjadi 0,87% jadi kalau 1% pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan demand-nya hanya 0,86%. Kemudian pertumbuhan ekonomi terkoreksi dari 6,1% rata-rata menjadi 5,1%," jelasnya.

Sayangnya, pertumbuhan permintaan listrik ini kembali melemah karena adanya pandemi COVID-19 di 2020. Lanjut Darmawan, jika menggunakan asumsi tahun 2015, seharusnya konsumsi listrik menembus 380 TWh. Namun, faktanya angka itu tak diraih saat ini.

"Kalau kita menggunakan asumsi di tahun 2015 maka konsumsi listrik hari ini 380 TWh. Kalau kita menggunakan asumsi 2015 dan itu harus kita penuhi. Sedangkan faktanya 283 TWh. Jadi ada 100 TWh di bawah yang direncanakan," jelasnya.

Simak Video "Cerita Dirut PLN Pernah Ditawari Calo Tambah Daya"
[-]
(acd/zlf)

Sentimen: netral (100%)