Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi, korupsi pengadaan pesawat
Tokoh Terkait
Sidang Kasus Helikopter AW-101, Penasihat Hukum: Ini Perkara Perdata
Liputan6.com Jenis Media: Regional
Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menyidangkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Helikopter AgustaWestland (AW)-101 untuk TNI Angkatan Udara (AU) Tahun Anggaran 2016. Sidang dipimpin Djuyamto SH selaku Ketua Majelis Hakim.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa dengan hukuman 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp177 miliar, dan denda Rp1 miliar.
Pahrozi selaku penasihat hukum John Irfan Kenway menyatakan, kasus yang menjerat kliennya adalah perkara perdata, bukan perkara pidana, dan hal itu sudah selesai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada tahun 2019.
Sebab itu, ia keberatan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Seharusnya, kata Pahrozi, Irfan Kurnia Saleh selaku terdakwa dituntut bebas berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dan juga karena perkara tersebut perkara perdata, bukan pidana.
"Ini sesungguhnya perkara perdata, bukan pidana. Semestinya klien kami dituntut bebas," kata Pahrozi kepada wartawan usai persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (30/1/2023) petang.
Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terbukti di persidangan bahwa peristiwa yang dapat dibuktikan dalam perkara ini adalah peristiwa keperdataan dalam pengadaan Helikopter AW-101 Tahun Anggaran 2016 di TNI AU, yang telah diselesaikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan juga rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2020," jelas Pahrozi.
Pahrozi juga menyatakan keberatan atas tuntutan JPU yang mengabaikan fakta persidangan. Ia menilai KPK memaksakan tuntutan tersebut serta tidak menghiraukan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. “Kami sangat menyayangkan tuntutan JPU. Tuntutan itu sangat dipaksakan dan KPK mengabaikan fakta-fakta di persidangan," katanya.
Oleh karena itu, kata Pahrozi, pihaknya selaku penasihat hukum terdakwa sangat keberatan atas tuntutan tersebut, karena seharusnya dalam rangka mencapai tujuan negara hukum, yaitu kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum serta perlidungan hak asasi manusia, sepatutnya dan beralasan hukum bahwa JPU wajib menuntut bebas terdakwa dari dakwaan dengan segala akibat hukumnya.
Sentimen: negatif (99.6%)