Pengen Jadi Orang Terkaya Dunia? Gorenglah Saham!
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa sangka konglomerat asal India, Gautam Adani yang menjadi orang ketiga terkaya di dunia disebut telah melakukan manipulasi perdagangan saham yang membuatnya menjadi crazy rich seperti sekarang.
Nama Gautam Adani memang fenomenal, terutama di tahun 2022. Pria berusia 60 tahun berkebangsaan India tersebut sempat menduduki peringkat ketiga orang terkaya di dunia melampaui Warren Buffett dan Bill Gates.
Masuknya Gautam Adani ke jajaran 10 orang terkaya di dunia dikarenakan kenaikan harga saham perusahaannya yang sangat fantastis. Setidaknya 7 perusahaan Gautam Adani yang listing di bursa efek secara rata-rata mencatatkan kenaikan 83% dalam setahun terakhir dan 819% dalam 3 tahun terakhir.
Perusahaan
1 Year Gain
Adani Enterprises
101%
Adani Transmission
36%
Adani Total Gas
118%
Adani Green Energy
4%
Adani Power
167%
Adani Ports
8%
Adani Willmar**
149%
Rata-rata
83%
Median
101%
Sumber : Hindenburg Research
** Dihitung sejak IPO pada Februari 2022
Namun kekayaaan Gautam Adani turun saat harga saham perusahaan miliknya rontok kemarin. Media bisnis global Forbes menyebut kekayaan Gautam Adani sempat menyentuh lebih US$ 120 miliar sebelum turun menjadi US$ 119,1 miliar kemarin. Meskipun susut, Gautam Adani hanya turun 1 peringkat saja.
Penurunan kekayaan sang konglomerat infrastruktur dan komoditas tersebut terjadi setelah Hindenburg Research merilis laporan riset investigative yang menyebut bahwa selama ini sang 'crazy rich' dan perusahaannya telah melakukan scam berupa penghindaran pajak, penccucian uang (money laundering) hingga manipulasi harga saham.
Laporan investigative tersebut baru saja dipublikasikan pada 24 Januari 2023. Bahkan dalam laporannya Hindenburg secara detail menjelaskan bagaimana sang 'crazy rich' asal India tersebut melakukan manuver di pasar modal India.
Layaknya konglomerat, Gautam Adani memang memiliki banyak bisnis. Beberapa perusahaannya bahkan sudah menyandang status sebagai perusahaan publik. Namun ada juga perusahaan-perusahaan Gautam Adani yang statusnya masih private.
Menariknya, dalam laporan Hindenburg tersebut, gurita bisnis Gautam Adani telah melakukan fraud sejak lama. Skema fraud dijelaskan secara rinci dan jangkar dari semua operasi ini bermuara pada perusahaan cangkang (shell) yang dimiliki oleh sang konglomerat di negara surga pajak (Tax Haven) seperti Mauritius.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak konglomerat memilih mendirikan perusahaan cangkang yang tidak beroperasi sebagaimana perusahaan umumnya untuk menghindari pajak. Selain untuk menghindari pajak perusahaan cangkang tersebut juga memiliki fungsi sebagai kendaraan money laundering hingga aksi goreng menggoreng saham.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Hindenburg Research dan pemberitaan media yang melibatkan politisi sekaligus ex-bankir investasi Mahua Moitra, keluarga Adani memiliki banyak perusahaan cangkang di negara surga pajak yang dikendalikan oleh sang saudara Vinod Adani.
Laporan tersebut mengidentifikasi bahwa Vinod Adani membawahi setidaknya 38 perusahaan cangkang yang tersebar di negara surga pajak. Kemudian perusahaan-perusahaan cangkang yang dibentuk ini membuat semacam dana investasi (investment fund) yang selanjutnya melakukan pembelian saham dan trading di emiten-emiten Gautam Adani di bursa.
Tidak sampai di situ saja, uang dari bisnis Gautam Adani yang diperoleh dari operasional perusahaannya juga dikembalikan lagi ke shell company tadi sehingga hanya berputar di situ-situ saja.
Skema fraud yang paling menarik untuk diikuti adalah bagaimana keberadaan perusahaan cangkang dan investment fund tersebut digunakan untuk menggoreng saham sendiri.
Asal tahu saja, di India setiap perusahaan yang berencana untuk go public harus men-disclose siapa saja para pemegang sahamnya. Tidak hanya itu, para pemegang saham dan afiliasinya yang disebut promotor hanya diperbolehkan memegang saham mayoritas 75% di suatu perusahaan mengacu pada regulasi yang berlaku.
Sisa 25% harus dilepas ke investor publik sehingga menjamin free float dan likuiditas transaksi dapat berjalan sebagaimana mestinya mekanisme pasar yang natural. Namun dalam kasus perusahaan Gautam Adani yang disebut di laporan Hindenburg Research, perusahaan cangkang dan investment fund ini digunakan untuk menutup-nutupi siapa sebenarnya orang dibaliknya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Gautam Adani dan kongsinya sendiri.
Meski yang tertera di laporan pemegang saham Gautam Adani serta perusahaannya hanya memiliki kurang dari 75% saham di perusahaan-perusahan publik miliknya, tetapi jika menghitung perusahaan cangkang yang identik dikenal dengan sebagai Special Purpose Vehicle (SPV) ini maka hampir bisa dikatakan Gautam Adani beserta koleganya menguasai penuh saham perusahaan tersebut.
Hal tersebut memang kontroversial karena jika rasio free float tidak terpenuhi, maka perusahaan publik bisa terancam delisting di India.
Banyak dari perusahaan cangkang yang memegang saham 7 perusahaan publik yang terafiliasi dengan Gautam Adani tersebut sangat berbeda dengan perusahaan investasi pada umumnya. Jika sebuah perusahaan investasi (fund manager) biasanya memiliki website resmi serta dokumen marketing serta jelas siapa saja karyawannya, pada kasus ini perusahaan cangkang yang menjadi pemegang saham perusahaan Gautam Adani tidak jelas profilnya.
Bahkan perusahaan tersebut hanya memiliki saham yang terkonsentrasi pada satu aset saja yang jelas kontras dengan banyak fund manager yang melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko. Selain terafiliasi dengan Vinod Adani yang masih relatif, konsentrasi kepemilikan saham perusahaan cangkang ini membuat Hindenburg Research menaruh curiga.
Kecurigaan juga diperkuat setelah investigasi dilakukan dengan mewawancarai beberapa mantan karyawan bahkan direksi yang pernah bekerja di perusahaan Gautam Adani. Skandal goreng-menggoreng saham Adani Export Ltd (AEL) pada 2004 juga semakin menguatkan dugaan aksi cornering yang dilakukan.
Setidaknya hampir 2 dekade lalu, harga saham AEL sempat menguat ratusan persen hanya dalam sebulan. Usut punya usut kenaikan tersebut tak ubahnya didalangi oleh bandar saham terkenal India yaitu Ketan Parekh.
Asal tahu saja, track record Ketan Parekh sebagai market maker di India sudah sampai tercium oleh regulator. SEBI sebagai otoritas pengawas pasar modal India bahkan memberikan sanksi berupa 'ban' Ketan Parekh sebagai broker saham selama 14 tahun karena telah melakukan aksi cornering pada 10 saham selama tahun 2000-an awal.
Meski sudah di-ban, Ketan Parekh disebut masih tetap melanjutkan bisnisnya sebagai market manipulator di Inggris. Dalam kasus AEL, Grup Adani yang menguasai sebagian besar saham perusahaan ekspor tersebut dikatakan telah membantu memfasilitasi aksi cornering yang dilakukan sang bandar.
Ini menjadi make-sense, karena untuk bisa menaikkan harga saham secara signifikan, sang bandar harus memilki sebagian besar barang (saham). Salah satu pemegang saham terbesar adalah emiten itu sendiri, sehingga dengan pengalihan sebagian besar saham transaksi semu berupa volume, bid dan frekuensi bisa ditentukan sendiri sehingga harga mudah dikerek naik.
Well terlepas dari kenaikan harga saham Grup Adani yang fantastis, Hindenburg Research juga menilai apresiasi harga tidak didukung dengan fundamental yang baik. Hindenburg menyebut bahwa banyak perusahaan Gautam Adani memiliki tumpukan utang yang fantastis sehingga disebut overleveraged.
Perusahaan-perusahaan seperti Adani Green Energy, Adani Transmission dan Adani Enterprises bahkan memiliki rasio utang bersih terhadap EBITDA (Net Debt/EBITDA) yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri.
Selain utang yang tinggi, perusahaan-perusahaan tersebut juga memiliki rasio lancar di bawah angka 1 yang menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan yang terganggu dan semakin dikonfirmasi dengan free cash flow yang negatif.
Perusahaan
Net Debt/EBITDA
Industry Avg
Rasio Lancar
FCF (INR juta)
Adani Green Energy
12.1x
6.3x
0.5
- 146,850
Adani Power
3.3x
6.3x
0.9
71,527
Adani Total Gas
1.5x
4.1x
0.2
- 2,383
Adani Transmission
9.1x
6.3x
0.8
- 19,615
Adani Enterprises
6.4x
2.9x
0.7
- 120,420
Adani Willmar
1.9x
2.9x
1.2
3,886
Adani Ports
4.1x
1.3x
1.5
52,220
Sumber : Hindenburg Research
Dengan utang yang menumpuk dan kenaikan saham yang fantastis, Hindenburg Research menilai valuasi saham-saham Grup Adani sudah terlampau kemahalan apabila dibandingkan dengan peers. Oleh sebab itu Hindenburg Research mengatakan bahwa saham-saham Grup Adani berpotensi mengalami penurunan hingga 85%!
Perusahaan
PER
Avg Industry
Downsides
EV/EBITDA
Industry Avg
Downsides
Adani Green Energy
815x
24x
-97.10%
101x
12x
-88.33%
Adani Power
29x
24x
-18.17%
13x
12x
-10.42%
Adani Total Gas
831x
20x
-97.64%
303x
9x
-97.16%
Adani Transmission
312x
24x
-92.43%
69x
12x
-83.01%
Adani Enterprises
508x
12x
-97.68%
66x
8x
-88.16%
Adani Willmar
90x
30x
-67.12%
37x
15x
-58.26%
Adani Ports
35x
2x
-93.26%
20x
2x
-88.07%
Sumber : Hindenburg Research
Merespons hebohnya pemberitaan media yang merujuk pada laporan riset investigative tersebut, pihak manajemen pun sampai buka suara.
Direktur Keuangan (CFO) Adani Grup Jugeshinder Shingh menyayangkan terbitnya laporan tersebut tanpa didasari oleh upaya due diligence terlebih dahulu.
"Kami terkejut Hindenburg Research menerbitkan laporan pada 24 Januari 2023, tanpa berusaha menghubungi kami atau memverifikasi matriks faktual." Tutur Singh sebagaimana diwartakan India Today.
"Laporan itu adalah kombinasi jahat dari informasi yang salah dan tuduhan basi, tidak berdasar dan upaya mendiskreditkan yang telah diuji dan ditolak oleh pengadilan tertinggi India," katanya.
"Waktu publikasi laporan jelas menunjukkan niat kurang ajar untuk merusak reputasi Grup Adani dengan tujuan utama merusak Penawaran Umum Lanjutan mendatang dari Adani Enterprises, FPO terbesar yang pernah ada di India," tambah Singh.
"Investor kami yang terinformasi dan berpengetahuan luas tidak terpengaruh oleh laporan sepihak, termotivasi, dan tidak berdasar dengan kepentingan pribadi."
[-]
-
IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000
(trp/trp)
Sentimen: netral (100%)