Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor, Bintaro
Tokoh Terkait
Nano Riantiarno Meninggal, Duka Buat Dunia Seni dan Teater Indonesia
Detik.com Jenis Media: Hiburan
Kabar duka hari ini, Jumat (20/1/2023), datang dari maestro teater Indonesia yakni Nano Riantiarno. Dia meninggal dunia usai melawan kanker dan tumor. Perjuangan dan dedikasinya di dunia seni teater khususnya dalam mendirikan Teater Koma menjadi salah satu yang paling dikenang oleh para seniman Tanah Air. Pada 1 Maret 2023 nanti, Teater Koma akan berusia 46 tahun. Namun sayangnya, tidak ada fisik Nano Riantiarno dalam perayaan tersebut nantinya.
Sosok Nano Riantiarno dikenang sebagai pribadi yang patut diteladani. Hal itu diutarakan oleh aktor Mathias Muchus yang turut merasakan duka mendalam. Usai mendengar kabar meninggalnya Nano Riantiarno, Mathias Muchus langsung tancap gas naik motor ke rumah duka.
"Tadi saya dengar kabar dari istri saya, pagi-pagi beliau perginya, bahwa sahabat kita Nano Riantiarno pergi meninggalkan kita. Kaget, syok saya, saya cepat-cepat ke sini pakai motor, nemuin ke sini," kata Mathias Muchus saat ditemui di Sanggar Teater Koma, kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, Jumat (20/1/2023).
Kagum menjadi salah satu kata yang keluar dari Mathias Muchus kala mengenang Nano Riantiarno. Konsistensinya terhadap bidang seni terutama teater menjadi sesuatu yang patut diteladani.
Bagaimana Nano Riantiarno menampilkan realita hidup dan kondisi sosial masyarakat Indonesia di atas panggung teater sangat berkesan dan mengena di hati. Karya-karyanya yang juga menggelitik menjadi ciri khas dari sosok mending menurut Mathias Muchus.
"Sosok Nano di mata saya adalah orang yang patut diteladani, orang yang konsisten, orang yang selalu menjawab semua persoalan dengan karya, itu yang membuat saya kagum dengan beliau. Sosok ini sudah punya arti tersendiri buat saya, karyanya menggelitik dan dekat dengan kita. Tidak banyak memberikan mimpi dalam kekaryaan, tapi lebih mengupas masalah realita hidup dan kondisi sosial," tutur Mathias Muchus.
"Itu continue terus setiap tahun sampai detik ini, sudah puluhan karya yang dikeluarkan, dan itu kekaguman saya terhadap Mas Nano," sambungnya.
Untuk seniman Sujiwo Tejo, Nano Riantiarno merupakan seorang yang vokal dalam menyampaikan kritik sosial. Dia bahkan menyebut Nano Riantiarno sebagai Iwan Fals-nya panggung teater.
Suasana Rumah Duka Nano Riantiarno Foto: Ahsan Nurrijal/ detikHOTSujiwo Tejo mengenang bagaimana Nano Riantiarno banyak mengkritik pemerintahan di zaman Soeharto. Di mana kala itu kebebasan berpendapat menjadi sesuatu yang tabu dan tidak sebebas sekarang.
"Kalau kamu ikuti Iwan Fals sekarang kelihatannya biasa, lagu kritik wakil rakyat harus merakyat itu keliatannya biasa, tetapi di zaman Pak Harto itu keberanian yang luar biasa," terang Sujiwo Tejo.
"Nah Nano melakukan itu, subseksi, terus Opera Kecoa, itu melawan rezim Pak Harto. Kita lihatnya gitu, jangan sekarang, sekarang kan terbuka," jelasnya.
Dengan meninggalnya Nano Riantiarno, ia menyebut Indonesia telah kehilangan satu sosok idealis yang pemberani.
"Iya, kehilangan sosok yang berani, yang bukan seni untuk seni kalau istilahku, tapi seni untuk sosial. Kalau seni untuk seni kan drama percintaan. Dia mengungkapkan itu ke panggung. Kehilangan sosok itu," pungkasnya.
Nano Riantiarno meninggal dunia di usia 73 tahun. Selama beberapa bulan terakhir memang dirinya sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir.
Nano Riantiarno akan dimakamkan pada Sabtu, 21 Januari 2023 pukul 12.00 WIB di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor. Kini jenazahnya disemayamkan di rumah duka di Sanggar Teater Koma di Bintaro, Jakarta Selatan.
(aay/mau)Sentimen: negatif (100%)