Warga Keberatan Jika Harga Mie dan Roti Naik Gegara Stok Gandum Tipis
CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Sejumlah masyarakat keberatan jika harga roti dan mie naik imbas larangan ekspor gandum dari India.
"Kalau saya sedikit keberatan, karena gandum itu menurut saya bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, jadi misalnya harga naik akan sangat mempengaruhi kebutuhan sehari-hari," ujar Nurul (25), seorang pegawai swasta asal Jakarta kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/5).
Ia mengatakan kenaikan harga mie dan roti akan menambah beban hidup banyak orang. Sebab, harga sejumlah bahan pokok juga sedang mahal.
"Sedangkan ibaratnya pemasukan gaji atau usaha lainnya masih belum meningkat," imbuhnya.
Nurul mengaku bisa menghabiskan dana Rp120 ribu untuk menyetok delapan kantong roti di rumah dalam sebulan. Sementara untuk membeli mie instan, ia biasanya menyetok satu dus dengan rata-rata harga Rp100 ribu.
Jika harga roti dan mie naik, ia tak rela menambahkan alokasi biaya untuk jajan. Sebaliknya, Nurul akan mengurangi biaya untuk membeli roti dan mie.
"Jadi kalau beneran naik mungkin akan jadi mengurangi konsumsinya ya," kata Nurul.
Senada, Fatimah (24), pegawai swasta asal Bogor mengatakan khawatir jika harga roti dan mie naik. Pasalnya, ia mau tak mau harus menyiapkan dana lebih untuk jajan di tengah lonjakan harga pangan.
Ia mengaku bisa menghabiskan dan sebesar Rp100 ribu setiap minggu untuk menyetok roti dan mie.
"Roti biasa beli dua ikat, itu yang tawar, ditambah roti-roti yang ada rasanya. Kalau mie beli 15 bungkus, dan kalau sebulan dikalkulasikan bisa habis Rp400 ribu," Fatimah.
Sama seperti Nurul, Fatimah juga memilih untuk mengurangi jumlah konsumsi jika harga roti dan mie benar-benar naik. Sebab, ia dan keluarga juga mempertimbangkan alokasi dana untuk kebutuhan lain.
"Keluarga juga mepertimbangakan bahwa dana yang dipegang harus dialokasikan untuk kebutuhan lain selain pangan, kalau bisa dikurangi atau stop mungkin kami bakal stop," ucap Fatimah.
Ida Wahyoedi (50), ibu rumah tangga asal Jakarta juga mengatakan keberatan jika harga roti dan mie naik.
"Kalau harga naik saya akan berusaha untuk mengurangi konsumsi saja karena zaman sedang pandemi begini banyak pabrik tutup pendapatan menurun," ungkap Ida.
Setiap bulan, sambung Ida, ia biasanya mengalokasikan dana sebesar Rp300 ribu untuk membeli roti dan mie.
"Harga roti per bulan kurang lebih Rp200 ribu, harga mie kurang lebih Rp100 ribu per bulan," jelas Ida.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut harga sejumlah produk pangan seperti biskuit, roti dan mie bakal naik dalam waktu dekat ini.
Ia mengatakan potensi kenaikan dipicu oleh larangan impor gandum yang diberlakukan India baru-baru ini. Menurutnya, kebijakan India tersebut berpotensi mendongkrak harga tepung terigu hingga naik sampai dengan 10 persen.
"Dengan adanya kenaikan (harga gandum) yang signifikan dari larangan (ekspor) India itu mau tidak mau, dari informasi yang saya dapat dari anggota yang produksi tepung terigu, mereka akan menaikkan harga sekitar 5 persen sampai 10 persen. Tentunya ini akan berdampak pada produk pangan lain, karena biskuit, roti, mie itu pakai terigu, itu akan ada kenaikan harga" ungkap Adhi.
Selain larangan ekspor gandum dari India, potensi kenaikan produk pangan tersebut juga dipicu melonjaknya biaya logistik dan energi.
"Menurut saya akan ada kenaikan harga karena semuanya mengalami kenaikan bukan hanya terigu saja, tapi termasuk biaya logistik dan energi. Semua akan ada kenaikan luar biasa," kata dia.
Oleh karena itu, Adhi mengaku industri tengah mencari alternatif pasokan gandum dari Australia, Kanada, dan Argentina.
Terkait pasokan, ia mengatakan saat ini pasokan gandum di produsen tepung terigu masih cukup hingga Juni mendatang atau terbilang aman. Namun, setelah bulan tersebut industri harus menyediakan gandum kembali, jika tidak mereka akan kekurangan.
[-]
(mrh/aud)[-]
Sentimen: negatif (100%)