Perjuangan Pilot Selamatkan Para Penumpang
Detik.com Jenis Media: Hiburan
Jakarta -
Brodie Torrance (Gerard Butler) tidak pernah menyangka bahwa harinya akan menjadi seburuk itu. Yang dia inginkan saat ini hanya menerbangkan pesawat dengan baik, mengantarkan penumpang ke tempat tujuan dengan selamat dan bertemu dengan anaknya. Tapi sepertinya Tuhan mempunyai rencana lain karena di tengah-tengah badai pesawat yang dikendalikan Brodie mendadak bertingkah dan mesinnya mati.
Tidak hanya cuacanya sedang tidak bersahabat, pilot Brodie harus memikirkan bagaimana cara melandaskan pesawat dengan selamat ketika semua mesin pesawat berhenti berfungsi. Kedatangan napi bernama Louis Gaspare (Mike Colter) yang secara tiba-tiba tadi ternyata hanya pembuka kejutan hari itu. Ternyata bahkan setelah Brodie berhasil menyelamatkan semua penumpang, ia mendapati kejutan lain.
Pulau yang ia datangi ternyata merupakan markas para kriminal yang gemar melakukan hal-hal keji ke turis tidak diundang. Dan sekarang Brodie harus memikirkan bagaimana caranya untuk membawa pergi semua penumpang dari penjahat yang akan segera menyergap mereka. Bagaimana caranya memberi tahu orang-orang di luar sana kalau dia tidak memiliki alat komunikasi?
Dengan judul "sekreatif" Plane, seharusnya saya sudah bisa membayangkan film ini seperti apa. Dari berbagai judul yang ada di dunia ini, para pembuat film ini memutuskan bahwa judul semembosankan Plane dianggap cukup mempresentasikan keseluruhan film. Memang benar, pesawat menjadi salah satu setting utama film ini. Ia bahkan menjadi katalis karakter utamanya terdampar di pulau antah berantah. Tapi tentunya ada judul yang lebih menjual dari itu, bukan?
Plane (2023) Foto: dok. Lionsgate Films
Setelah menonton filmnya, ternyata judul yang malas tersebut sangat cocok dengan cara penulis skripnya menulis film ini. Film ini sama sekali tidak ada upaya untuk memberikan kejutan. Semuanya serba aman. Karakter utamanya dibuat seperti pahlawan yang hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Karakter pendukungnya dibuat misterius tapi tidak dielaborasi latar belakangnya (ini bisa jadi sumber drama yang menarik). Karakter penjahat se-standar judul filmnya. Mereka hanya peduli dengan uang, titik. Tidak ada motif lain. Dan semua adegan di kantor pusat maskapai diperlukan untuk menambah tensi adegan, tanpa ada usaha untuk memberikan karakter yang tiga dimensional.
Untungnya sutradara Jean-Francois Richet masih ada usaha untuk menyajikan adegan-adegan yang menarik. Semua adegan di dalam pesawat lumayan berhasil memberikan teror. Ia mampu meramu adegan yang membuat saya peduli dengan nasib karakternya. Meskipun semua adegan di pulau, terutama yang laga rasanya seperti tiruan film aksi lain, tapi setidaknya ia memberikan konklusi yang memuaskan.
Plane sebenarnya kalau dipikir-pikir bukan film yang buruk banget. Gerard Butler lumayan meyakinkan dan chemistry-nya dengan Mike Colter lumayan menyelamatkan film ini. Saya tidak menyesal menonton film ini. Penyesalan saya hanya di tempat menontonnya. Saya seharusnya tidak menonton Plane di bioskop.
Film seperti Plane cocoknya ditonton saat ia tayang di Bioskop Trans TV. Ini adalah film bapak-bapak sempurna yang enak disaksikan saat tengah malam ketika Anda tidak punya pilihan hiburan lain. Tapi sebagai film bioskop, Plane sangat menyia-nyiakan mediumnya. Kalau Anda berencana menonton Plane di bioskop, lebih baik Anda mencari alternatif tontonan lain. Film seperti Plane lebih cocok untuk disaksikan di televisi sambil makan singkong goreng di pos ronda.
Plane dapat disaksikan di jaringan XXI.
---
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
(aay/aay)
Sentimen: positif (98.5%)