Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Bogor
Kasus: HAM, Tragedi Kudatuli
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Tragedi Kudatuli dan Perjuangan PDIP yang Belum Selesai hingga Kini
Liputan6.com Jenis Media: Politik
Masih berdasarkan Majalah Tempo: Diponegoro 58, Suatu Hari Pada 1996 Edisi 26 Juli 2004, tiga bulan usai peristiwa itu, Komnas HAM menyebut korban tewas hanya lima orang, itu pun terjadi di luar gedung.
Hanya saja, sejumlah saksi mata meyakini bahwa korban di dalam gedung bisa mencapai belasan orang. Kondisi itu membuat berandai-andai, seandainya Megawati sudah tahu lebih dulu.
Banyak yang meragukan Megawati tidak tahu peristiwa itu bakal terjadi. Salah satunya Alex Widya Siregar, saat itu menjadi Wakil Bendahara PDI versi Soerjadi yang mengaku bertanggung jawab atas penyerbuan itu.
Pada 21 Juli, Alex merekrut seseorang bernama Sena Bela yang mengaku sebagai koordinator preman di Kebun Raya Bogor. Sena ternyata gagal membuktikan janjinya membawa 5 ribu preman untuk membantu penyerbuan.
Alex yang marah kemudian mengusir Sena. Sena teryata langsung membelot ke kubu Mega dan membocorkan rencana penyerangan itu.
Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), R.O. Tambunan mengatakan bahwa Megawati pernah berterus terang kepadanya. Saat itu, Megawati mengaku mendapat informasi penyerbuan akan dilakukan pada hari Sabtu dari seorang mantan petinggi militer.
"Benny Moerdani. Dia telepon saya," kata Tambunan menirukan ucapan Megawati.
Bahkan dalam persidangan kasus korban 27 Juli yang berlangsung setahun setelah peristiwa penyerangan, Megawati juga mengaku sudah tahu rencana tersebut sebelum hari penyerangan.
"Dia (Megawati) sudah tahu dua hari sebelumnya," kata Eros Djarot, yang mendirikan PNBK.
Aktivis pergerakan yang terlibat panggung demokrasi di jalan Diponegoro juga disebut sudah tahu. Sejak pukul dua malam, Eros memerintahkan mereka keluar dari Diponegoro, hanya saja masih ada yang tinggal. Seperti Albert, yang akhirnya mengalami luka sobek di kepala.
Pernyataan Eros dikuatkan Haryanto Taslam, yang saat itu menjabat Wakil Sekjen DPP PDI. Menurutnya, malam itu pimpinan PDI mengalihkan koordinator keamanan dari Mangara Siahaan ke Soesilo Muslim, mantan Mayor Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).
"Ketika itu dia (Soesilo) sudah kontrak mati," kata Taslam.
Namun begitu, serangan yang diduga akan terjadi tengah malam ternyata malah baru muncul pagi harinya. Sementara kondisinya semua anggota satgas baru saja tidur setelah berjaga semalaman.
Para korban yang tergabung dalam Forum Komunikasi Korban 124 pun kemudian sempat bertemu dengan Megawati, menanyakan sikap dan tanggung jawab partai terhadap para korban peristiwa tersebut. Pertemuan terjadi pada April 2000 saat Megawati sudah jadi Wakil Presiden RI.
Jawaban Megawati di luar dugaan, termasuk Taslam, yang waktu itu diminta menemani sebagai fungsionaris PDI Perjuangan. Megawati balik bertanya pada para korban, "Siapa suruh kalian datang ke Diponegoro? Siapa suruh kalian membela saya?" begitu Taslam menirukan kalimat Megawati.
Para korban kehilangan kata-kata. Mereka langsung menangis.
Sementara itu, mantan Sekjen PDI Perjuangan Sutjipto memastikan Megawati tidak tahu hari penyerbuan itu. Dia mengaku sebagai orang pertama yang tersinggung kalau memang Megawati membiarkan peristiwa itu terjadi.
"Kalau ancaman-ancaman (akan ada serangan) yang diterima sebelumnya itu kan biasa," ujarnya.
Sentimen: negatif (100%)