BI Naikkan Lagi Suku Bunga, Yield SBN Juga Naik Lagi
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (22/12/2022), setelah Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya pada hari ini.
Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Kecuali SBN tenor 10 dan 30 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun 1,6 basisi poin (bp) ke posisi 6,918%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun turun tipis 0,6 bp menjadi 7,28%
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pada hari ini, BI memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 5,5%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,25%.
Dengan ini, maka BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bp, hanya dalam waktu lima bulan, masing-masing sebesar 25 bp pada Agustus, 50 bp pada September, 50 bp pada Oktober, dan 50 bp pada November, serta terakhir 25 bp pada Desember.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan suku bunga yang tersebut sudah dilakukan secara terukur, sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, preemptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi.
"Sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3% plus minus 1%," jelas Perry dalam konferensi pers RDG BI, Kamis (22/12/2022).
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, kata Perry akan terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation), serta untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS yang masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Kebijakan suku bunga bank sentral diharapkan tidak cepat-cepat ditransmisikan oleh perbankan. Karena saat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah meningkatnya daya beli masyarakat.
Selain itu, Perry juga menyebut bahwa dengan kenaikan suku bunga kebijakan hingga 5,5%, ini diharapkan dapat mendorong investasi asing untuk masuk.
"Bagaimana kenaikan BI rate ini mendorong kenaikan yield SBN jangka pendek, agar arus modal asing masuk, dan terjadi. Dan dalam sebulan terakhir ini, arus investasi portofolio SBN naik dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Perry.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung menurun pada pagi hari waktu AS, karena aksi jual yang terlihat di awal pekan mulai mereda.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 2 tahun turun 1,5 bp ke posisi 4,2%, sedangkan yield Treasury tenor 10 tahun melandai 3,9 bp menjadi 3,645%.
Obligasi global sempat dijual oleh investor pada awal pekan ini, mendorong yield menuju level lebih tinggi, setelah bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) secara tak terduga merupah kontrol kurva imbal hasil (yield curve control/YCC), dalam sebuah langkah yang bertujuan meredam efek dari langkah-langkah stimulus moneter yang berlarut-larut.
YCC dirubah menjadi 25 bp, dari sebelumnya sebesar 50 bp.
Namun, sebagian besar ekonom menafsirkan langkah tersebut sebagai penyesuaian yang diperlukan daripada awal dari poros hawkish dari bank sentral yang akomodatif secara gigih.
Sentimen positif kembali ke aset berisiko, setelah pendapatan perusahaan yang kuat dan rilis data kepercayaan konsumen yang kembali positif pada Desember 2022.
Indeks kepercayaan konsumen Conference Board (CB) melonjak menjadi 108,3 pada Desember, dari sebelumnya sebesar 101,4 pada November lalu, melampaui estimasi konsensus StreetAccount sebesar 100,5. Angka tersebut juga merupakan indeks tertinggi sejak April 2022.
"Ekspektasi inflasi turun pada Desember ke level terendah sejak September 2021, dengan penurunan harga gas baru-baru ini sebagai pendorong utama. Niat liburan meningkat tetapi rencana untuk membeli rumah dan peralatan mahal semakin mendingin," kata Lynn Franco, direktur senior indikator ekonomi di The Conference Board, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
"Pergeseran preferensi konsumen dari barang-barang besar ke layanan ini akan berlanjut pada tahun 2023, seperti hambatan dari inflasi dan kenaikan suku bunga," tambah Franco.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[-]
-
Investor Masih Lepas SBN, Mayoritas Yield Naik Lagi Nih..
(chd/chd)
Sentimen: positif (98.4%)