Sentimen
Netral (57%)
14 Des 2022 : 22.23
Informasi Tambahan

Hewan: Ayam

Sampai Ayam Tumbuh Gigi RI Nggak Punya Smelter Jika Pembiayaan Sulit

14 Des 2022 : 22.23 Views 10

Detik.com Detik.com Jenis Media: Ekonomi

Sampai Ayam Tumbuh Gigi RI Nggak Punya Smelter Jika Pembiayaan Sulit

Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia susah memiliki smelter sendiri. Alasannya karena bank tidak memberikan kredit untuk pembangunan fasilitas pemurnian tersebut.

Hal itu disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (14/12/2022). Bahlil mengatakan perbankan nasional hanya mau membiayai jika mempunyai modal inti (ekuitas) di atas 30-40%.

"Kenapa orang Republik Indonesia nggak punya smelter, perbankan kita nggak mau membiayai smelter. Andaikan pun mereka membiayai, equity-nya minimal 30-40%. Dari mana anak-anak ini punya smelter kalau gini," kata Bahlil.

-

-

Bahlil membandingkan bank di negara lain yang mau membiayai meski perusahaan hanya memiliki ekuitas 10% dengan bunga yang kecil. Tak heran pihak asing yang mengambil bahan baku Indonesia.

"Jadi ini menjadi masalah kita lalu kemudian kita ribut. Mohon maaf nih, mohon maaf dengan segala hormat, mohon maaf kenapa ini asing semua yang ambil bahan baku kita? Bos, mereka yang melakukan investasi. Kita punya duit tapi kita bikin standby loan untuk kredit konsumsi, bukan produktif," ujar Bahlil dengan nada meninggi.

"Ini masalah besar dan saya sudah ngomong ini berkali-kali. Selama ini nggak kita ubah, sampai ayam tumbuh gigi, muka seperti saya, Pak Sarmuji (Wakil Ketua Komisi VI), Pak Demer (Anggota Komisi VI), nggak akan punya smelter di republik ini," tambahnya.

Bahlil menjelaskan untuk membangun satu line smelter dibutuhkan biaya sangat besar yakni sekitar US$ 250 juta sampai US$ 300 juta. Dengan demikian untuk membangun empat line dibutuhkan investasi di atas US$ 1 miliar.

"Hilirisasi di sektor nikel untuk NPI 4-5 tahun break event point, tapi untuk membangun satu line itu butuh investasi US$ 250-300 juta, bangun empat line butuh US$ 1 miliar," beber Bahlil.

(aid/hns)

Sentimen: netral (57.1%)