JAKARTA - Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dihuni oleh iblis dan setan.
Hal itu dilontarkannya lantaran merasa tidak terima dengan dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (migas) yang semakin mengecil.
Dia bahkan mengancam untuk angkat senjata dan bergabung dengan Malaysia.
BACA JUGA:Heboh Dana Bagi Hasil, Ternyata Kepulauan Meranti Punya Banyak Harta Karun Selain Migas
Merespon hal itu, Direktur Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan apabila mengacu kepada DBH Sumber Daya Alam (SDA) sektor Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Menurutnya, pada UU 33/2004 tersebut, minyak bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah.
Sedangkan untuk gas bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah.
Dia menuturkan, pada Pasal 19 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dijelaskan DBH Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6% Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
Baca Juga: Peduli Pejuang Kanker, Donasi Rambut Bersama Lifebuoy dan MNC Peduli Tengah Berlangsung!
Semetara untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi dengan rincian, 6% Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
Secara lebih rinci, lanjut Mamit, alokasi DBH Migas diatur berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perinbangan
Menurutnya, apabila mengacu kepada peraturan, maka apa yang dilakukan Kementerian Keuangan sudah sesuai.
Dia pun meminta Adil untuk mempelajari terlebih dahulu mengenai mekanisme pembagian DBH.
“Atau mungkin beliau belum terinformasikan secara detail oleh Kementerian Keuangan. Ada baiknya kejadian ini bisa menjadi pembelajaran pihak-pihak terkait untuk lebih intens berkomunikasi dan lebih transparan lagi dalam DBH ini,” ujar Mamit kepada MNC Portal Indonesia, Senin (12/12/2022).
Dia juga menilai pemerintah perlu merevisi UU 33/2004 agar sesuai dengan kondisi saat ini dimana daerah penghasil menginginkan dana bagi hasil yang jauh lebih besar. Revisi UU Migas No 22/2001 menurutnya, mampu menjadi pintu masuk awal terkait dengan DBH sektor migas ini.
"Saya kira apa yang dirasakan bupati meranti hampir sama dengan daerah penghasil migas yang lainnya. Jadi perlu duduk bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah," imbuhnya.
Terkait usulan windfall tax bagi daerah penghasil, Mamit mengaku sangat menyetujui hal itu.
"Bisa sekali, cuma ya dibuat dulu aturannya. Apa bisa hanya melalui PMK atau harus di atasnya lagi," tukasnya.