Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cilacap, Bone
Tokoh Terkait
Tangkap Ikan Jangan Rakus, Nanti Populasinya Bisa Tergerus
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Malam masih gelap, Tejo sudah harus membuka mata. Sejak dini hari ia sigap menyiapkan 'alat perang' untuk mengais rezeki.
Tejo (33), adalah nelayan di Laut Cilacap. Setiap hari sejak pukul 02.00, Tejo mengarungi lautan dan menebar jala demi mencari ikan.
Kapal fiber berukuran 5 gross tonage (GT) sepanjang 11 meter dia naiki. Tejo tak sendiri. Dia membawa serta seorang rekannya. Di kapal putih berkelir merah ini, Tejo adalah tekong alias kapten kapal, sementara rekannya jadi anak buah kapal (ABK).
"Kalau lagi berangkat pagi biasanya jam 2 pagi, pulang jam 12 siang. Kalau berangkat sore, berangkat jam 2 sore pulang jam 10 malam," kata Tejo saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Ini adalah pekerjaan turun temurun. Ayah Tejo juga seorang nelayan. Tak heran sedari kecil, Tejo sudah sangat akrab dengan lautan. Namun, terjun sebagai nelayan baru ia geluti sejak menginjak 18 tahun.
Sebelumnya, Tejo menumpang kapal orang lain. Setahun terakhir, bermodalkan pinjaman Rp 70 juta, baru ia berani membeli kapal bekas yang kini dipakainya berlayar. Karena membeli kapal baru paket komplit dengan jaring, ia harus merogoh kocek Rp 100 juta.
"Modal pinjam dari saudara, temen (nggak satu orang), ngegadai BPKB motor juga ke saudara. Sampai sekarang masih nyicil," katanya.
Berbekal Rp 250 ribu untuk bahan bakar selama melaut, dan Rp 50 ribu untuk urusan perut, Tejo tancap gas kapal miliknya. Tak ada ikan khusus yang dicari. Karena dia melaut tergantung musim. Selagi ikan tersebut tak dilarang dan bisa dijual, dia jaring agar dapur keluarga tetap ngebul.
Namun, sayang, modal dan tenaga yang ia keluarkan kini tak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Katanya, kini cari ikan semakin susah.
Kapal ikan milik Tejo/Ist Foto: Kapal ikan milik Tejo/IstTejo beralasan karena kini semakin banyak nelayan yang melaut, sehingga jatah ikan di laut bagi dirinya kian sedikit karena harus bersaing dengan nelayan lain. Selain itu, banyak habitat ikan yang rusak sehingga populasinya kian menipis.
"Terkadang kalau lagi banyak ya alhamdulillah bisa sampai Rp 200 ribu bagiannya, tapi kalau lagi sepi ya sama sekali nggak dapat. Terkadang bensin aja rugi nggak bisa beli lagi karena nggak ada ikannya," tambahnya.
Tahun depan Tejo bisa bernapas lega. Keluh kesahnya itu akan terjawab dengan program penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang rencananya akan berlaku pada 2023. Dengan payung hukum ini, nelayan seperti Tejo tak perlu lagi khawatir akan kehabisan ikan.
Penangkapan Ikan Terukur
Kebijakan penangkapan ikan terukur merupakan pengendalian yang dilakukan dengan menerapkan sistem kuota (catch limit) kepada setiap pelaku usaha. Kebijakan ini telah diterapkan di beberapa negara maju seperti Uni Eropa, Islandia, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Kebijakan penangkapan ikan terukur akan memberikan batasan untuk jumlah dan area penangkapan ikan melalui kontrak yang berlaku dalam jangka waktu tertentu. Kontrak tersebut mengatur musim penangkapan ikan, jenis alat tangkap, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan, serta suplai pasar domestik dan ekspor ikan yang harus dilakukan melalui pelabuhan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang telah ditetapkan.
Tejo melihat ada harapan baru pada nelayan kecil seperti dirinya. Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dapat membuat tata kelola perikanan tangkap menjadi lebih baik. Pada akhirnya, dia mendapat kepastian akan usahanya.
"Pemerintah harus carikan solusi agar nelayan lebih maju, cerdas, bisa mencukupi kebutuhan hidup," harapnya besar kepada pemerintah.
Terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan kuota penangkapan ikan untuk nelayan kecil akan diprioritaskan. Dalam hal ini pemerintah mengalokasikan kuota untuk nelayan kecil terlebih dahulu, kemudian untuk bukan tujuan komersial, dan sisa kuota ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.
Kuota penangkapan ditentukan berdasarkan kajian dari Komite Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnaskajiskan) dan Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
"Pemerintah menjamin nelayan kecil pasti akan dapat kuota. Kalau ada yang bilang tidak dapat, ini tidak benar," tegas Zaini.
Kebijakan penangkapan ikan terukur dilakukan untuk menghindari terjadinya overfishing agar populasi perikanan dapat terjaga dengan baik sekaligus menghapus stigma tingginya praktik ilegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di Indonesia, dan mengubahnya menjadi legal, reported, regulated fishing (LRRF).
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan penerapan penangkapan ikan terukur akan memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia, serta meningkatkan daya saing terhadap produk global.
"Artinya bila kebijakan ini diterapkan, maka pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia setara dengan negara-negara maju dan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar dunia semakin tinggi," kata Trenggono.
Penangkapan ikan terukur merupakan salah satu program KKP berbasis ekonomi biru. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ekosistem laut, pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Zona Penangkapan Ikan Terukur
Rencana penangkapan ikan terukur bakal diterapkan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), termasuk tempat melaut Tejo. KKP membagi kawasan pengelolaan perikanan dalam zona yang di dalamnya terdapat perairan laut dan perairan daratan.
WPPNRI berarti, wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang meliputi perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang potensial untuk diusahakan di wilayah Negara Republik Indonesia.
Di perairan laut terdapat 11 WPPNRI yang dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu perairan dangkal dengan kedalaman paling dalam 200 meter. Areanya meliputi WPPNRI 571 yang mencakup perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Kemudian WPPNRI 711 (perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan), WPPNRI 712 (perairan Laut Jawa); WPPNRI 713 (perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali), serta WPPNRI 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor Bagian Timur).
Lalu kategori kedua adalah perairan laut dalam dengan kedalaman di atas 200 meter. Terdiri dari WPPNRI 572 (perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda), WPPNRI 573 (perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat), WPPNRI 714 (perairan Teluk Tolo dan Laut Banda), WPPNRI 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), WPPNRI 716 (perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera), dan WPPNRI 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik).
Sementara di perairan daratan terdiri dari 14 kawasan yang mencakup WPPNRI PD 411, 412, 413, 421, 422, 431, 432, 433, 434, 435, 436, 437, 438, dan 439. Areanya meliputi sungai, danau, waduk, rawa, dan/atau genangan air lainnya yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
Sistem kuota tangkapan akan diterapkan di zona penangkapan industri, baik penangkapan ikan untuk nelayan tradisional, kelompok industri, dan kegiatan hobi memancing atau wisata. Penentuan kuota tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan.
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah menyambut baik rencana penangkapan ikan terukur. Pihaknya yakin pemerintah berpihak kepada pelaku usaha perikanan tangkap dalam membuat kebijakan.
"Sebagai wadah seluruh nelayan di Jawa Tengah, kami sangat yakin bahwa pemerintah dalam hal ini KKP akan berpihak kepada pelaku usaha perikanan tangkap agar usaha perikanan tangkap di daerah bisa berkelanjutan di tengah situasi dan kondisi saat ini," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah HNSI Jawa Tengah, Riswanto.
Riswanto memberikan usulan sebelum aturan betul-betul diterapkan, yakni meminta agar pemberlakuan peraturan penangkapan ikan terukur diberikan toleransi waktu dengan masa peralihan selama 2 tahun (2023-2024); mengingat perizinan kapal, perizinan kapal pengangkut ikan, terutama perizinan yang harus selesai pada Desember 2022.
"Kapal perikanan yang baru dibangun dan telah memiliki alokasi SIUP, namun masih dalam tahap proses pengurusan dokumen kapal, kelengkapan PPPKP, persetujuan nama kapal belum terbit, mohon dengan hormat tetap memperoleh kuota penangkapan terukur," harapnya.
Simak Video "Ngobrol Pintar Brilianpreneur 2022 Episode 4"
[-]
(aid/zlf)
Sentimen: negatif (99.2%)