Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UGM
Kab/Kota: Banjarmasin, Denpasar
Tokoh Terkait
Pimpinan MPR: Negara Harus Hadir Antisipasi Munculnya Kasus Penyakit Langka
Liputan6.com Jenis Media: Regional
Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Sunartini Hapsara berpendapat, meski kategorinya penyakit langka tetapi mengancam jiwa, mengganggu kualitas hidup hingga timbulkan disabilitas, terhadap masyarakat. Karena itu, penanganan dan pencegahan penyakit langka sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup.
"Dalam tata kelola penanganan penyakit langka, penting dilakukan tahapan diagnosa. Tanpa diagnosa yang tepat tidak mungkin penatalaksanaan penyakit langka bisa baik," jelas Sunartini.
Sehingga, tegas Sunartini, skrining penting dilakukan pada fase neonatal, bayi dan anak, balita, usia sekolah hingga remaja, untuk memberikan tindakan yang tepat sejak dini terhadap gejala yang terdeteksi dari hasil skrining.
Dalam pelaksanaan pengobatan dan penanganan penderita penyakit langka, ujar Sunartini, tidak boleh ada diskriminasi untuk mewujudkan proses pembangunan yang lebih inklusif.
Selain itu, Pendiri Yayasan ALS Indonesia, Premana Wardayanti Premadi mengungkapkan penyakit Amyotrophics Lateral Sclerosis (ALS) disebabkan sel saraf motorik terdegenerasi dan mati, sehingga otot tidak bisa digerakkan, melemah dan akhirnya mengecil.
Penderita penyakit ini, jelas Premana, secara bertahap kehilangan kemampuan bergerak, bernafas, bicara dan makan serta minum secara normal.
"Kemampuan berpikir tidak terganggu, tetapi mobilitas penderita ALS sangat terbatas dengan peluang hidup yang diperkirakan berkisar 2-5 tahun," ujar Premana.
Sehingga, tambahnya, perlu berbagai alat bantu dan pengobatan penyakit langka ini untuk menjaga agar kualitas hidup penderita dapat terus terjaga. "Perlu kepedulian semua pihak secara sistematis dengan berbagai cara, untuk membantu para penderita ALS menjalani pengobatan dan keseharian mereka," ujarnya.
Penyandang penyakit langka yang tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Muhammad Murdani mengungkapkan dirinya mengalami penurunan fungsi otot.
Dalam kesehariannya, Murdani menghadapi sejumlah kendala, seperti masih minimnya fasilitas bagi penyandang disabilitas akibat penyakit langka di kotanya.
Tidak tersedianya pekerjaan bagi dirinya, tambah Murdani, menyebabkan penderita seperti dirinya tidak mampu membayar iuran BPJS, yang seharusnya bisa memberikan jaminan kesehatan.
Ibu dari tiga anak dengan penyakit langka, Dyah Soekasto mengaku mendapat angin segar setelah mengikuti diskusi di Forum Diskusi Denpasar 12 terkait tata kelola penyakit langka ini.
Ketiga anaknya, ujar Dyah, hingga saat ini memakai kursi roda dalam kesehariannya. Dia berpendapat negara harus hadir dalam penanganan dan pelayanan terhadap orang dengan penyakit langka.
"Anak-anak terkendala saat ingin beribadah dan saat melakukan test melamar pekerjaan," ujar Dyah.
Kendala lain juga dihadapi saat anaknya sakit, karena masih banyak petugas kesehatan yang belum memahami jenis penyakit yang diderita anaknya. Sehingga sempat terkendala dalam proses pengobatan.
Berdasarkan pengalaman yang dihadapinya, Dyah sangat berharap kepedulian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah bisa memberi solusi terhadap sejumlah kendala yang dihadapinya.
Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat mengamati dari serangkaian diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 tentang sejumlah masalah kesehatan selalu saja terjadi persoalan pada deteksi dini, public awareness dan keterbatasan sejumlah fasilitas kesehatan.
Sehingga, ujar Saur, para pemangku kepentingan di sektor kesehatan harus benar-benar memberi perhatian lebih pada tahapan-tahapan tersebut dalam penanganan sejumlah penyakit di Tanah Air, termasuk dalam penanganan penyakit langka.
Sentimen: negatif (100%)