Pak Perry, Rupiah Sepertinya Butuh Suntikan 50 Bps
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Tren pelemahan rupiah masih berlanjut. Setelah membukukan pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS), kinerja rupiah masih belum membaik di awal perdagangan Kamis (17/11/2022). Perhatian utama tertuju pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Begitu perdagangan pasar spot dibuka, rupiah langsung melemah 0,32% ke Rp 15.650/US$, melansir data Refinitiv. Depresiasi bertambah menjadi 0,38% ke Rp 15.660/US$ pada pukul 9:03 WIB.
Gubenur BI, Perry Warjiyp dan kolega akan mengumumkan kebijakan moneter siang nanti. Hasil polling Reuters menunjukkan BI akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.
Namun, survei yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 14 institusi menghasilkan suara yang terbelah.
8 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25%.
Sementara itu, 6 lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,00%.
Pecahnya prediksi tersebut membuat rupiah belum mampu menguat melawan dolar AS.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bps hanya dalam waktu tiga bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, dan 50 bps pada Oktober.
Jika BI menaikkan suku bunga 50 basis poin, ada peluang rupiah akan menguat, sebab bank sentral AS (The Fed) kemungkinan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya menjadi 50 basis poin pada bulan depan, dari sebelumnya 75 basis poin.
Sementara jika menaikkan 25 basis poin, artinya BI juga mengendurkan laju kenaikan suku bunganya. Hal ini, kemungkinan tidak akan mampu menguatkan rupiah. Sebab, selisih suku bunga antara BI dan The Fed akan semakin menyempit.
Peluang BI untuk kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin sebenarnya terbuka lebih lebar setelah perekonomian Indonesia tumbuh tinggi di kuartal III-2022.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal bulan ini mengumumkan realisasi produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh 5,72% (year on year/yoy). Rilis tersebut sedikit lebih tinggi dari proyeksi pemerintah 5,7%, dan Bank Indonesia (BI) 5,5%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6%.
Pertumbuhan tersebut cukup tinggi, bahkan jika menghilangkan periode anomali akibat low base effect pada kuartal II-2021, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2012 atau dalam 10 tahun terakhir di mana ekonomi Indonesia tumbuh 5,87%.
Sehari setelahnya, Bank Indonesia melaporkan IKK Oktober sebesar 120,3, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 117,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang abtas antara zona optimis dan pesimis. Di atasnya 100 artinya optimis, semakin tinggi tentunya semakin bagus.
Saat konsumen semakin optimistis, maka belanja bisa mengalami peningkatan yang pada akhirnya mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, belanja rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, di kuartal III-2022 kontribusinya lebih dari 50%.
Dengan konsumsi yang diperkirakan masih kuat, apalagi dengan inflasi yang mulai menurun, BI tentunya bisa kembali menaikkan suku bunga. Pertumbuhan ekonomi mungkin akan sedikit diredam, tetapi bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[-]
-
Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS
(pap/pap)
Sentimen: netral (98.1%)