JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan kredit 10-12% pada tahun depan, lebih tinggi dari target tahun ini sebesar 9%.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama BRI Sunarso menyebut, artinya BI bukan hanya berkutat untuk mengendalikan inflasi tapi mereka juga masih konsen terhadap pertumbuhan. Dengan demikian, BRI menargetkan kredit tahun depan tumbuh di kisaran 9%-11%.
"BRI tadi saya katakan bahwa BRI memberikan guideline untuk tumbuh masuk dalam range nya BI, kita targetkan kita bisa tumbuh di tahun depan untuk kredit 9-11%, itu target pertumbuhan kita," ungkap Sunarso dalam konferensi pers BRI, Rabu (16/11/2022).
Menurut Sunarso, pertumbuhan 9% saja bagi BRI cukup besar karena didorong kredit yang mencapai Rp1.111 triliun.
"Jadi tumbuh 10% saja kita harus menyalurkan kredit net itu Rp111 triliun dan untuk menyalurkan kepada mikro Rp111 triliun itu bukan masalah kecil dan itu cukup besar 10%," kata dia.
Hingga kuartal III 2022, kredit BRI secara konsolidasi telah tumbuh 7,9% secara year on year (YoY) menjadi Rp1.111,4 triliun. Tahun 2023, BRI optimistis masih bisa terus melakukan ekspansi kredit secara berkelanjutan.
Baca Juga: Lifebuoy x MNC Peduli Ajak Masyarakat Berbagi Kebaikan dengan Donasi Rambut, Catat Tanggalnya!
Namun, menurut Sunarso target 9-11% itu masih realistis. Pasalnya dalam untuk bisa tumbuh secara berkelanjutan, perbankan membutuhkan empat syarat dan semua dipenuhi BRI.
"Pertama, bank harus jelas sumber pertumbuhan barunya. BRI memenuhi itu karena sudah ada holding ultra mikro sebagai sumber pertumbuhan baru," kata Sunarso.
Kedua, bank harus memiliki modal yang cukup. BRI secara grup tercatat saat ini memiliki capital adequacy ratio (CAR) sebesar 26% dan secara bank only 24%.
Menurut Sunarso, level CAR tersebut menunjukkan bahwa BRI punya modal yang berlebih untuk mencapai target pertumbuhan kredit itu mengingat untuk CAR 17,5% sebetulnya cukup untuk memenuhi basel III dan sebagai countercyclical buffer.
Ketiga, harus punya likuiditas yang cukup. Sunarso menyebut, likuiditas BRI sangat memadai yang tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) secara konsolidasi yang mencapai 88,51% per September 2022.
Sedangkan LDR yang optimal ada di level 92%. Sehingga untuk memacu pertumbuhan, kata Sunarso, likuiditas BRI masih sangat cukup.
Keempat, tumbuh secara sustain dengan menjaga pertumbuhan tersebut secara berkualitas. BRI telah memenuhi itu dengan mengelola pencadangan yang sangat besar guna mengantisipasi pemburukan kredit.
"Hati-hati saja tidak cukup dalam menjaga kualitas aset, kita juga harus punya bantalan yang cukup makanya BRI terus melakukan manajemen pencadangan," ujar Sunarso.
Pencadangan terhadap kredit bermasalah atau NPL coverage BRI tercatat sebesar 278,79% per September 2022. Angka ini meningkat dibandingkan dengan NPL coverage di akhir kuartal III tahun lalu yang sebesar 252,86%.
Pertumbuhan kredit BRI hingga kuartal III ditopang oleh segmen UMKM. Secara khusus, portofolio kredit UMKM BRI tercatat meningkat sebesar 9,83% yoy dari Rp852,12 triliun di akhir September 2021 menjadi Rp935,86 triliun di akhir September 2022. Hal ini menjadikan proporsi kredit UMKM dibandingkan total kredit BRI terus meningkat, menjadi sebesar 84,20%.
Portofolio kredit segmen mikro BRI tercatat tumbuh 14,12% yoy, segmen konsumer tumbuh 7,55% yoy, segmen kecil & menengah tumbuh 2,89% yoy, dan segmen korporasi terkontraksi 1,24% yoy, dimana hal tersebut selaras dengan upaya BRI untuk terus meningkatkan porsi kredit UMKM hingga mencapai 85%.