JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau. Sidang masih beragendakan pemeriksaan saksi untuk terdakwa bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi dan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan 17 saksi pada sidang kali ini. Mayoritas saksi yang dihadirkan merupakan karyawan PT Duta Palma Group. Dalam kesempatan itu, para karyawan Duta Palma mengungkapkan kegelisahan ihwal nasib pekerjaannya ke depan.
BACA JUGA:Ini Daftar 17 Kepala Negara yang Hadir di KTT G20 Bali
Mulanya, jaksa mengonfirmasi saksi Manajer Pabrik Kelapa Sawit PT Banyu Bening Utama (anak usaha PT Duta Palma Group), Nikson Hasibuan, soal operasional perusahaannya. Nikson mengamini bahwa perusahaannya masih beroperasi. Tapi, ia memprediksi perusahaannya bakal berhenti beroperasi pada pekan depan.
"Untuk saat ini masih berjalan, tapi saya pastikan dalam minggu ini, kita pasti setop operasional," ungkap Nikson kepada jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2022).
BACA JUGA:8 Provinsi Masih Siaga Bencana Banjir hingga Tanah Longsor, Imbas Hujan Lebat
Nikson menjelaskan, PT Banyu Bening Utama berpotensi berhenti beroperasi karena minyak kelapa sawit hasil olahan perusahaannya menumpuk dan tak kunjung terjual. Sebabnya, kapal untuk mengangkut minyak tersebut disita Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat ini, dibeberkan Nikson, PT Banyu Bening Utama memiliki pabrik seluas 10 hektare dan memproduksi 50 ton minyak sawit mentah tiap harinya. Di mana, tangki di perusahaannya hanya mampu untuk menampung 8.000 ton minyak sawit mentah.
Sementara itu, sampai dengan saat ini masih ada 7.700 ton minyak sawit mentah yang mengendap di PT Banyu Bening Utama. Dengan demikian, tangki berpotensi over kapasitas. Oleh karenanya, kata Nikson, satu-satunya jalan agar tidak over kapasitas yakni menghentikan operasional pengolahan kelapa sawit.
"Untuk saat ini berjalan, tapi saya pastikan dalam Minggu ini kita pasti setop. Karena kondisi CPO sekarang sudah 7.700," katanya.
Saksi lainnya yakni, Kepala Tata Usaha Pabrik Kelapa Sawit PT Banyu Bening Utama Ricis Hertianto juga mengamini kabar tersebut. Dia mengaku pernah mendengar bahwa hasil produksi minyak sawit mentah di perusahaannya tidak bisa keluar lantaran ada masalah pengiriman.
Baca Juga: Lifebuoy x MNC Peduli Ajak Masyarakat Berbagi Kebaikan dengan Donasi Rambut, Catat Tanggalnya!
"Kapal disita gitu-gitu saja enggak bisa apa namanya, produksi, enggak keluar. Sudah berjalan tiga bulan tangki penuh," katanya.
Ia mengaku khawatir kegiatan operasional PT Banyu Bening Utama terhenti jika minyak sawit mentah hasil produksi tidak bisa dikirim. "Kegiatan operasionalnya itu setop total," ungkapnya.
Hal itu, diungkapkan Ricis, bakal berdampak pada nasib kehidupannya kedepan. Sebab, jika operasional perusahaan tidak berjalan, maka Ricis juga berpeluang kehilangan pekerjaan. Ia mengaku khawatir jika kedepannya harus dirumahkan alias di-PHK.
"Kalau enggak dirumahkan, ya enggak dapat gaji. Itu yang kami takut. Kalau bisa jangan engga dibayar gajinya," ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menilai, para saksi menjelaskan soal dampak negatif dari pemblokiran rekening yang dilakukan oleh Kejagung. Perusahaan milik Surya Darmadi ini terancam tutup karena produksi sawit mereka tidak bisa disalurkan ke tempat pemesanan.
BACA JUGA:Jelang G20, BNPB Perkuat Upaya Memutus Rantai Covid-19 dan PMK di Bandara dan Pelabuhan
Selain itu, Duta Palma Group pun sudah tidak bisa membeli Tandan Buah Segar (TBS) dari masyarakat sekitar. Bahkan, sudah dua bulan belakangan, Duta Palma Group belum membayar TBS ke masyarakat.
"Jadi kami minta juga kepada jaksa, kalau ini dibiarkan diblokir rekening dan tidak diizinkan menggunakan kapal, tentu masyarakat itu menjadi korban," kata Juniver.
Masih akibat pemblokiran rekening ini, tambah Juniver, Duta Palma Group nyaris tak bisa membayar gaji para pekerja. Alasannya, modal perusahaan untuk membayar masyarakat yang bekerja sudah terbatas.
"Disampaikan juga oleh saksi, saat ini perushaan banyak tak membayar gaji karyawan. Malahan banyak yang sudah mundur dan takut karena proses hukum ini," tegas Juniver.
Juniver khawatir, bila kondisi ini berlanjut akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Hal ini bisa terjadi pada dua bulan ke depan.
Untuk diketahui, Bos PT Duta Palma, Surya Darmadi alias Apeng didakwa oleh tim jaksa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan 7.885.857 dolar AS serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun).
Kerugian keuangan dan perekonomian negara itu akibat dugaan korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Apeng didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman.
Jaksa membeberkan, Surya Darmadi diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 (Rp7 triliun) dan 7.885.857 dolar AS sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Penghitungan kerugian negara itu merupakan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.
Sedangkan kerugian perekonomian negara akibat korupsi Surya Darmadi, sambung jaksa, mengacu pada Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 24 Agustus 2022.
Tak hanya itu, Surya Darmadi juga didakwa telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Surya Darmadi didakwa mencuci uang hasil korupsi lahan sawit ke sejumlah aset maupun transfer ke berbagai pihak.