Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Badung
Terungkap! Ini Siasat Pinjol Penuhi Aturan Modal OJK Rp 25 M
CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno
Badung, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keamanan (OJK) mengungkapkan banyak lender investor di dalam fintech peer-to-peer lending (pinjol) memilih untuk melakukan penambahan kepemilikan saham guna mengejar aturan permodalan.
Seperti diketahui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.10 Peraturan OJK (POJK) No. 10/2022 tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, mewajibkan setiap penyelenggara fintech peer-to-peer lending untuk memiliki modal disetor paling sedikit Rp 25 miliar.
Adapun, OJK mewajibkan penyelenggara setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar.
Pemenuhan ini dapat dilakukan secara bertahap Rp 2,5 miliar berlaku satu tahun, dan paling sedikit Rp 7,5 miliar berlaku dua tahun. Kemudian, Rp 12,5 miliar berlaku tiga tahun sejak POJK diundangkan.
Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta mengatakan fintech lebih memilih melakukan penambahan ekuitas dari investor lama, dibandingkan mencari investor baru atau melakukan aksi korporasi.
"Di ketentuan kita ada aturan lock up period 3 tahun, artinya tidak boleh terjadi perubahan kepemilikan 3 tahun setelah berizin, sekarang banyak yang memasukan adalah pemegang lama ingin top up ekuitas," papar Tris dalam Indonesia Fintech Summit 2022, Kamis (10/11/2022).
"Paling pergeserannya antara pemegang saham pertama dan kedua, yang tadi misalnya 40:60 jadi 45:55 seperti itu," lanjutnya.
Tris menambahkan pihaknya telah menerima rencana aksi atau action plan dari beberapa platform yang akan meningkatkan permodalannya.
"Tapi kan bertahap yang tahun ini, satu tahun pertama ada Rp 2,5 miliar. Bagi yang di bawah Rp 2,5 miliar sedang kita lakukan pembinaan dan sekarang dalam proses pemenuhan. Karena memang jangka waktunya belum habis, jadi ada beberapa platform sudah memberikan action plan," papar Tris.
Tris menjelaskan bahwa penerbitan POJK 10 dilakukan dalam rangka memperbaiki aturan sebelumnya POJK 77 Tahun 2016. Setelah lima tahun pengaturan POJK 77, perkembangan industri fintech cukup besar sehingga masyarakat perlu dilindungi.
"Karena tingkat inklusi dan edukasinya sangat jauh maka kita atur diperbaiki dengan perlindungan konsumennya," katanya.
Selain itu, OJK memandang perlu mengatur permodalan karena banyak platform-platform yang dulu belum siap dan mengalami kerugian sehingga modalnya habis.
"Sehingga perlu kita atur permodalannya untuk menjaga operasionalnya. Kemudian kita atur juga masalah batas lendernya, kenapa? Karena banyak fintech tergantung pada satu dua lender," ujarnya.
Alhasil, pengurusannya malah dominan dikuasai oleh lender. Padahal, OJK melihat masyarakat perlu dilindungi. Akhirnya, OJK memutuskan memperbaiki aturan bahwa lender yang merupakan lembaga jasa keuangan bisa 75 persen. Sementara itu, OJK tetap memperbolehkan lender individu dengan porsi 25%.
[-]
-
Strategi Rupiah Cepat Genjot Penyaluran Pinjaman Rp 5 Triliun(haa/roy)
Sentimen: positif (93.4%)