Sentimen
Netral (64%)
5 Nov 2022 : 14.37
Informasi Tambahan

BUMN: Bank Mandiri

Grup Musik: APRIL

Rupiah, Tinggal Menghitung Hari ke Rp 16.000/US$?

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi

5 Nov 2022 : 14.37
Rupiah, Tinggal Menghitung Hari ke Rp 16.000/US$?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah 5 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (4/11/2022), berada di Rp 15.735/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak April 2020. Sepanjang pekan ini, rupiah melemah sekitar 1%, dan sepanjang 2022 sekitar 9%. 

Dengan tekanan yang begitu besar, ada risiko rupiah akan terus melemah ke depannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan menembus lagi Rp 16.000/US$.

Tekanan paling besar tentunya dari perkasanya dolar AS. Bank Indonesia (BI) juga mengakui kedigdayaan dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara, termasuk nilai tukar rupiah. BI menyebut keperkasaan dolar AS memang tak terbantahkan.

-

-

Hal tersebut dikemukakan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11/2022). Perry mengatakan, hampir seluruh negara memang terkena dampak dari penguatan dolar AS.

"Dolar sangat super strong. Year to date sudah menguat, apresiasi hampir 20%," kata Perry.

Apresiasi yang dimaksud adalah indeks dolar AS yang saat ini berada di level tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Bank sentral AS (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4% pada Kamis (3/11/2022) dini hari waktu Indonesia. Suku bunga The Fed kini berada di level tertinggi sejak Januari 2008.

Saat konferensi pers ketua The Fed, Jerome Powell, mengindikasikan suku bunga bisa lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

"Kami masih memiliki beberapa kali kenaikan suku bunga lagi, dan data yang kami lihat sejak pertemuan terakhir menunjukkan tingkat suku bunga bisa lebih tinggi dari yang sebelumnya diperkirakan," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Pasca penyataan tersebut, pelaku pasar melihat suku bunga The Fed bisa berada di 5,25% pada awal tahun depan. Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat ada probabilitas sebesar 46% suku bunga The Fed berada di 5% - 5,25% pada Maret 2023.

Foto: FedWatch CME Group

Semakin tinggi suku bunga, dolar AS akan semakin kuat, yield obligasi (Treasury) juga akan semakin tinggi.

Hal tersebut bisa memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang pada akhirnya menambah tekanan bagi rupiah.

Hal ini disampaikan Faisal Rachman, Ekonom PT Bank Mandiri Tbk dalam risetnya, Kamis (3/11/2022). Menurutnya kenaikan suku bunga acuan AS dimungkinkan tidak akan berhenti di sini, namun sampai semester I-2023. Begitu juga dengan Eropa, karena masih tingginya inflasi.

"Semakin lama suku bunga tinggi meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global, dan dengan demikian memicu arus keluar modal di pasar negara berkembang, termasuk pasar keuangan Indonesia, terutama di pasar SBN-nya," jelasnya

Sejak awal tahun hingga 27 Oktober 2022, berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) outflow yang terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 177,08 triliun. Sementara di pasar saham masih inflow Rp 74,7 triliun. Faisal mengatakan, kaburnya asing membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa tertekan. Kini dolar AS sudah bertengger di level Rp15.600.

"Situasi ini memberikan tekanan pada stabilitas nilai tukar Rupiah meskipun harga komoditas yang tinggi memungkinkan Indonesia untuk terus mengalami serangkaian surplus perdagangan yang besar dan mencatat peningkatan aliran masuk FDI," papar Faisal. Bank Indonesia harus mengantisipasi ini dengan kenaikan suku bunga acuan, yang diperkirakan menjadi 5,50% pada akhir 2022 dan 5,75% tahun depan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pasokan Valas Dalam Negeri Kering

Sentimen: netral (64%)