Sentimen
Positif (49%)
5 Nov 2022 : 14.00

Dana Bagi Hasil Cukai Rokok 2023 Ditarget Rp 6 Triliun, Buat Apa Saja?

5 Nov 2022 : 21.00 Views 1

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi

Dana Bagi Hasil Cukai Rokok 2023 Ditarget Rp 6 Triliun, Buat Apa Saja?

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok menilai, kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 10 persen cenderung hanya memberikan shock effect sesaat bagi konsumennya.

Pasalnya, rokok bagi para penggunanya jadi kebutuhan primer yang sulit ditinggalkan. Meskipun pemerintah telah berkali-kali menaikkan cukai rokok plus memberikan himbauan bahaya penggunaannya, kebutuhan akan rokok jadi sesuatu yang cenderung tak bisa ditawar bagi perokok.

"Kami sebenarnya sudah lama (memantau) terkait cukai tembakau ini. Memang ini kan persoalan ketika dinaikan cukainya, konsumen sebenarnya teriak sebentar. Tapi tetap dibeli," kata Mufti kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Mufti lantas membandingkan harga rokok di Singapura, yang nominalnya lebih besar empat kali lipat di Tanah Air. Pemerintah Negeri Singa pun telah meminimalisir pergerakan perokok di tempat umum, tapi konsumennya tetap membeli.

"Kita kan bebas di sini, banyak merek rokok-rokok alternatif. Bahkan ta' liat sekarang banyak orang-orang yang ngelinting dewe, juga sekarang kan rokok elektrik vape mewabah, itu juga dinaikan cukainya," ungkapnya.

"Sebenarnya kenaikan sih biasa, hampir tiap waktu ada. Tapi kan tidak signifikan pengaruh terhadap ekonomi ini," imbuh Mufti.

Kendati begitu, ia menganggap kenaikan cukai rokok bisa berbahaya terhadap arus kas konsumennya, yang cenderung sulit meninggalkan ketergantungannya meskipun harga melonjak.

"Kalau 10 persen memang agak signifikan sedikit terhadap yang mau membeli rokok. Daya konsumsi juga terbebani, karena kelas menengah bawah juga mikir ketika beli rokok. Kalau kelas atas tidak persoalan," ungkapnya.

Mufti lantas meminta agar cukai hasil tembakau tidak dinaikan dalam waktu dekat. Dia mengkhawatirkan kondisi perekonomian global yang hingga 2023 mendatang masih bakal diwarnai awan gelap.

"Artinya ketika resesi kan ada indikasi itu. Indikator makro ekonomi dan lain-lain juga cukup kuat. Kalau semua naik, masyarakat bagaimana? Itu kan soal happiness. Kesenangan orang tidak bisa dihentikan begitu aja," ujarnya.

Sentimen: positif (49.8%)