HEADLINE: Mengerek Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen di 2023 hingga 2024 , Efektif Tekan Jumlah Perokok?
Liputan6.com Jenis Media: Ekonomi
Kenaikan cukai rokok rata-rata sebesar 10 perseni ini langsung menulai respons para pelaku di sektor pertembakaun. Tentunya pengusaha kecewa.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi, mengatakan pelaku usaha di segmen rokok putih menyayangkan kenaikan cukai rokok sampai dua digit. Mereka berharap kenaikan cukai hanya dikisaran 7-8 persen saja. "Idealnya kenaikannya 7-8 persen," kata Benny kepada Liputan6.com.
Sebenarnya pelaku usaha di segmen rokok putih tidak mengharapkan kenaikan tarif cukai rokok 2023. Sebab, situasi ekonomi saat ini dinilai kurang kondusif.
"Kami sebenarnya berharap tidak ada kenaikan cukai karena situasi ekonomi yang kurang kondusif, kalaupun naik kami mengusulkan sekitar angka inflasi atau pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Dengan dinaikkannya tarif cukai rokok dikhawatirkan akan membuat rokok ilegal semakin marak di pasaran. Hal itu tentunya merugikan pengusaha rokok yang legal. Adapun rokok ilegal merupakan rokok tanpa cukai.
"Kami khawatir kenaikan cukai tinggi memicu maraknya rokok ilegal," imbuhnya.
Disisi lain, pelaku usaha menyebut dampak dari kenaikan tarif cukai ini kurang proporsional karena daya beli masyarakat saat ini melemah lantaran tergerus inflasi.
"Dampaknya cukup berat, karena daya beli masyarakat juga melemah tergerus inflasi. Kenaikan harga biasanya proporsional dengan kenaikan cukainya," ungkap Benny.
Kenaikan tarif cukai ini pun membuat pelaku industri rokok turut was-was. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), sebagai salah satu perusahaan rokok tanah air membeberkan sederet dampak dari kenaikan tarif cukai di tengah ekonomi yang bergejolak.
Sekretaris Perusahaan Wismilak Inti Makmur, Surjanto Yasaputera mengatakan, efeknya terutama mengarah ke konsumen karena pada dasarnya cukai adalah beban yang harus dibayar oleh konsumen. Namun, perusahaan menyadari kenaikan tarif cukai tidak bisa serta merta dibebankan seluruhnya kepada konsumen.
"Kenaikan harga jual tidak bisa sekaligus sesuai dengan kenaikan tarif cukainya, maka perusahaan mau tidak mau juga akan terkena imbasnya sementara waktu sebelum beban kenaikan cukainya bisa di-pass on ke konsumen, berupa pengurangan margin perusahaan,” kata Surjanto kepada Liputan6.com.
Di sisi lain, Surjanto mencermati kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah menyusul kenaikan BBM dan inflasi belum lama ini. Sehingga jika ada kenaikan harga rokok seiring penyesuaian atas tarif cukai, maka akan tambah membebani konsumen.
Di sisi lain, Surjanto mewanti-wanti potensi maraknya rokok ilegal sebagai konsekuensi harga rokok legal yang kian melambung.
"Kenaikan tarif cukai yang cukup besar ini sudah terjadi dalam tiga tahu terakhir, termasuk rencana tahun depan, akan memicu maraknya rokok ilegal. Untuk itu Pemerintah perlu juga memperketat pengawasan dan mengambil tindakan terhadap peredaran rokok ilegal,” imbuh Surjanto.
Pukulan Telak Petani
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun melihat naiknya cukai rokok sebesar 10 persen merupakan pukulan telak bagi petani tembakau.
Pasalnya, sudah 4 tahun berturut turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.
"Dalam 3 tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, dan tahun 2022 naik 12 persen," kata Misbakhun kepada Liputan6.com.
Bagi petani tembakau, salah satu kerontokan ekonomi mereka selama 5 tahun ini merupakan dampak dari kenaikan cukai rokok yang sangat tinggi.
Tingginya tarif CHT akan membuat perusahaan mengurangi produksi yang secara tidak langsung, mengurangi pembelian bahan baku. Padahal, 95 persen tembakau yang dihasilkan petani, untuk bahan baku rokok.
"Secara makro, kami juga melihat, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Kita juga belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi," bebernya.
"Bagi kami Anggota DPR, ini Adalah sebuah fait accompli pemerintah," ujar Misbakhun,
Dia meyebutkan bahwa Pemerintah tak melibatkan DPR untuk merumuskan kenaikan tarif cukai mendatang.
"Keputusan pemerintah mengumumkan kenaikan CHT sebesar 10 persen pada Kamis (03/11), kuat dugaan merupakan keputusan sepihak. Karena itu, Komisi XI dengan kewenangannya akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan untuk meminta keterangan perihal kenaikan tarif CHT tersebut," ungkapnya.
Sentimen: negatif (100%)